Tikungan Iblis, TIM 30 Des 08


Anakku LiLo [8 tahun] bertahan sampai akhir pertunjukkan, ketika nonton Tikungan Iblisnya Teater DInasti. Mungkin, malam itu dia adalah penonton terkecil di Gedung Graha Bakti Budaya TIM.

Ini memang pentas yang sarat dengan nostalgia, kalaulah ada nuansa Gandrik disana, atau nuansa Kiai Kanjeng disana, maka memang beitulah adanya. Teater Dinasti memang adalah induk dari kelompok-kelompok itu, sehingga warna pementasan merekapun terlihat tidak jauh berbeda.

Panggung yang ditata secara minimalis, memang disengaja untuk mengedepankan kekuatan masing-masing aktor pendukung pementasan ini. Aktor gaek, mas Joko Kampto, terlihat masih sangat piawai [boleh dibilang semakin matang] dalam membawakan peran iblis yang begitu mengharu birukan pementasan itu.

Penonton dibuat terkesima oleh sang iblis yang ternyata begitu hormat pada Muhammad SAW dan begitu santun menyampaikan “nasihatnya”. Ibli scukup satu, tak perlu banyak-banyak, karena akan susah melakukan identifikasinya. Satu iblis sudah cukup untuk membuat manusia menjadi serakah, rakus dan anarkis.

Lakon sepanjang hampir 3 jam ini, lebih lama dibanding ketika dipentaskan di Yogya, memang jadi terasa kedodoran menjelang akhir pertunjukkan.

Beberapa tambahan dialog telah memperkaya pementasan ini. LiLo, di akhir pertunjukkan, sangat terkesan dengan istilah Keris KAPAK [tanpa huruf A] ataupun keris tebar pesona, yang merupakan tambahan dialog di panggung TIM ini.

Aku sendiri memang tidak menonton pertunjukan Tikungan Iblis [TI] di Yogya, tapi istriku dengan cermat menunjukkan adegan-adegan yang tidak ada di pementasan Yogya.

Adegan terakhir juga terlihat kurang klimaks, sehingga penonton termanggu-manggu, mengira masih ada adegan lain, sementara pemain sudah undur diri dari panggung.

Pengobrak-abrikan adegan atau dialog ini rupanya memang disadari oleh teater dinasti, karena mereka tidak menjadikan teater sebagai Tuhannya, tetapi teaterlah yang harus mengabdi pada mereka.

Ini memang bukan pertunjukkan teater seperti yang menjadi pakem teater, karena naskah ditulis berdasar subyek ataupun faktor-faktor apa adanya yang terjadi dalam komunitas teater dinasti. Telah dilakukan sekian kali pemotongan, pengembangan, ataupun modifikasi teks ketika kenyataan dalam latihan menunjukkan adanya teks yang lebih pas.

Pengurangan ataupun penambahan jumlah pemain tidak menjadi masalah, karena yang dilakukan hanyalah perubahan teks. Jadi mirip dengan cerita dalam blog yang alur ceritanya tidak dibuat sejak awal tetapi mengikuti selera pembacanya.

Lepas dari semua kekurangan yang ada, pementasan ini boleh dibilang sangat sukses. Inilah parameternya :

1. Anakku yang umur 8 tahun, bisa mengerti jalan cerita dan misi yang disampaikan oleh pementasan TI ini, dengan bahasanya sendiri [meskipin dia sempat “terlelap” sebentar menjelang akhir pementasan]
2. Tiket “sold out” [aku minta maaf sama partai PK* yang karena tidak segera mbayar tiket, terpaksa tiketnya diserahkan panitia ke sakuku]
3. Penonton benar-benar tersihir oleh pementasan itu, sehingga tidak ada gangguan sedikitpun dari penonton [justru ada sedikit gangguan dari “sound”]
4. Penonton masih asyik berkumpul di sekitar gedung pertunjukkan membahas isi pementasan [jangan tanya yang ikut nyalami para pemain di belakang panggung, sampai WIratno Hanura saja menyempatkan diri menyalami mereka]
5. Komentar salah seorang wartawan yang memuji pementasan itu.
6. Komentar istriku yang rela nonton berkali-kali, dan masih mau nonton lagi kalau ada pentas lagi.
7. Komentar nomor 5 dan 6 kayaknya kok subyektif banget ya? Mohon diganti saja [silahkan yang nonton TI untuk ikut mengganti komentar nomor 5 dan 6]

Pokoknya tidak rugi nonton TI [baca sendiri saja di htp://www.tikunganiblis.com/]



updated:
rombongan baru bisa kembali ke yogya sekitar jam 05.00 [karena busnya bermasalah]
begitu kata mas Jemek via FB

10 komentar

  • Ping-balik: Nabi Darurat ? Siapa itu? | Dari "Kaca Mata"-ku

  • Ping-balik: Public Blog Kompasiana» Blog Archive » Yuk Kerja Yuk!

  • Ping-balik: Yuk Kerja Lagi « blognya cah-cah sipil UGM

  • Ping-balik: Pondok Cinta (YoGyA) | Yuk Kerja Lagi Yuk

  • Ping-balik: Yuk Kerja Lagi Yuk « PoJoK YoGyA (lagi)

  • Wah makasih tambahan komentarnya mas Roni

    Semoga teater indonesia kembali berkibar kencang di tahun2 yang akan datang.
    amin.

    Salam

    Suka

  • salam …
    terima kasih atas apresiasi teman2 … saya sebagai panitia pelaksana merasa kerja keras kami selama 3 bulan menjadi tidak terasa lelahnya. Pentas teater dinasti memang sudah unik dan berkarakter sejak awal penyelenggaraannya, komunitas kenduri cinta yang memang bukan EO ‘dipaksa’ menggelar acara ini oleh jogja … bukan karena sedulur sendiri tapi berdasarkan niat awal yang sudah dibangun oleh ‘jogja’ bahwa pentas ini adalah ‘pentas kebahagiaan keluarga’.
    Bahwa sebenarnya acara pentas ini adalah reuni dan kebahagiaan keluarga besar dinasti dan komunitas maiyah (kenduri cinta) … maka wajar jika banyak kekurangan teknis dll dalam banyak hal -kami mohon maaf- … namun sungguh sangat egois jika kebahagiaan ini kami rasakan sendiri, maka dibuatlah suatu lakon yang bernama “Tikungan Iblis” yang akhirnya ‘menyeret’ kami dalam suatu riset-naskah dan disiplin teater yang sangat rumit dan mendalam.
    maka, suatu kebahagiaan bagi kami jika para penikmat yang datang malam itu ikut merasakan kebahagiaan yang kami rasakan.
    begitu sekelumit perjalanan kami … terima kasih dan salam.

    roni octafian
    roniocta@kenduricinta.com
    http://www.kenduricinta.com

    Suka

  • Ini tambahan info buat mas Alam

    Teater Dinasti [Dana Informasi NASional Teruna Indonesia] berdiri tahun 1977 [saat itu aku masih SMA dan ikut teater 10, dan mas Alam juga belum lahir ya?]. Pendirinya adalah para eks Bengkel Teater [a.l Fajar SUharno dan Tertib Suratmo]

    Tetaer ini punya warna tersendiri di Yogya, sehingga pementasannya selalu ditunggu-tunggu oleh para penikmat seni teater, karena selalu menampilkan pentas yang berbeda dibanding teater2 yang lain.

    Karena sering nyrempet2 politik, maka beberapa pertunjukkan teater ini dilarang oleh yang berkuasa.

    Aku juga jadi pernah ketularan dilarang main oleh Sang Penguasa ketika mementasakan lakon Sang Inspektur Jenderal karangan dari Gogol, karena seksi publikasi dari Dewan Kesenian Yogya [kebetulan] adalah para angota teater Dinasti [mas Novi misalnya].

    He…he…he… ini kurang nyambung ya…

    Seiring dengan perputaran waktu, teater ini juga ikut bergolak dan beberapa personilnya pada keluar atau aktif di grup yang lain, sebut saja Butet di Teater Gandrik ataupun Novi di Kiai Kanjeng.

    Nah, ketika kerinduan akan dunia teater kembali memanggil mereka, maka merekapun bernostalgia dengan cara mementaskan Tikungan Iblis, sebagai media mereka berkumpul. Jadi teater bukan dianggap sebagai wadah untuk mementaskan suatu teater secara ansich [istilahnya Emha] tetapi lebih sebagai medium, artinya teater dipakai sebagai tempat mereka untuk berolah jiwa [media pengolahan kepribadian, kata mereka].

    Waktu itu Teater yang ada kebanyakan memang lebih berorientasi pada estetika dan masalah teknis, jadi teater Dinasti terasa memberikan warna lain bagi penikmat seni teater.

    Ketika teater lain mengusung karya Indonesia modern ataupun mementaskan naskah terjemahan, maka mereka lebih masuk ke nilai budaya yang tradisionil. Roh ini terasa sangat menjiwai kehidupan mereka berteater, sehingga begitu kita melihat pementasan teater Gandrik [Butet, dJadug, Novi] ataupun musikalisasi puisi Kiai Kanjeng {eMHa, Novi, dll], maka kita akan segera tahu bahwa ada warna Dinasti disana.

    Sayang di Surabaya sudah main tuh di bulan Nopember [dengan tiket “sold out”], jadi mas Alam perlu menunggu judul lain kalau mau membuktikan kekuatan pementasan teater Dinasti.

    Salam
    [komentar ini kayak postingan baru ya..]

    Suka

  • Hm….. ini itu sebenernya apaan sih mas? Kok kliatannya keren sekali. Tapi, aku kok ga tau……….

    Suka

    • skriver:Sje4lv fick jag den i julklapp och jag vill velgirken le4sa den se5 fort som mf6jligt. Den e4r ju re4tt kort , se5 det ska ve4l ff6rhoppningsvis inte ta alltff6r le5ng tid att le4sa ut den heller. 😉 Har du le4st ne5got annat av Khemiri? Han hf6r velgirken till mina favoriter.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.