Kuliner Bandung : Mak Uneh
“Kuliner Bandung : Mak Uneh”
Ketika memilih sebuah tempat untuk membuka usaha kuliner, maka ada beberapa rumusan yang dipakai oleh para pengusaha kuliner itu.
Ada yang bilang begini,”kalau mau buka warung mie, maka carilah daerah yang sudah ada warung mienya, kemudian buka disekitarnya, sehingga usaha kulinernya akan cepat berkembang”
Pendapat lain bilang begini,”lihat suatu tempat ramai yang belum ada warung mienya, dan buka di lokasi itu, maka warung mie yang kita dirikan akan lebih cepat bekembang”
Teori-teori mencari lokasi untuk warung masih ada banyak lagi, tapi menjadi tugas para ahli kuliner untuk membahasnya. Aku cuma ingin menulis tentang warung-warung yang tempatnya tidak jelas tapi larisnya jelas banget.
Di Pandaan Jawa Timur ada warung Ayam Goreng yang luar biasa ramai, padahal tempatnya jauh dari kota, masuk ke sawah-sawah dan parkirnya susah.
Di sekitar Banda Aceh juga, dulu ada warung yang jauh di lokasi transmigrasi tapi rasa dan larisnya juga luar biasa.
Kelihatannya soal rasa inilah yang menjadi keunggulan warung-warung “ndelik” [tersembunyi] ini. Bahkan isu yang menyebutkan proses memasak yang “mistis” [pakai jasad orang mati] tetap tidak menyurutkan langkah para pelanggan mereka.
Kali ini aku mencoba mengunjungi warung MU Uneh, sebuah warung “ndelik” yang ternyata memenuhi kriteria enak dan laris.
Terletak di seputaran daerah Jalan Pajajaran Bandung, warung ini benar-benar “ndelik”. Parkirnya juga susah, meskipun ada petugas yang dengan sigap selalu mengarahkan arah parkir kita.
Setelah parkir, kita harus jalan kaki yang lebih jauh dari biasanya untuk mencapai warungnya. Petunjuk ke warung ditulis di badan jalan pas simpang tiga. Setelah itu kita akan melalui gang sempit [banget], karena tidak bisa dipakai untuk bepapasan, kecuali kalau yang berpapasan itu sepasang suami istri.
Begitu keluar dari lorong yang gelap [kayak lagunya Dlloyd] maka terbentanglah di hadapan kita warung MAk Uneh yang asri dan suejuk. Kulihat ada tulisan Ngamen Gratis di pintu masuknya [emang pengamen mana yang mau masuk ke warung ndelik ini?]
Aku langsung menuju ke tempat pemesanan makanan, sementara teman-teman lain dengan diarahkan petugas dari warung mencari tempat yang strategis. Mau ruangan ber-AC ada mau yang non AC juga ada. Tentu saja kita pilih non AC, biar ada sensasi keringat di akhir acara makan.
Selesai memesan makanan, kita duduk dan makananpun mulai mengalir satu demi satu. Dimulai dari teh tawar, sambal sesuai masakan yang kita pesan [ada banyak jenis sambal rupanya], kemudian petugas bagian minuman juga dengan sigap langsung mendata kebutuhan minuman kita.
Tak perlu menunggu lama, masakanpun akhirnya satu demi satu tesedia di depan kita. Meskipun saat ini belum jam makan, tapi wajah makanan yang mengundang selera langsung membuat kita tak sabar untuk menyantapnya.
Ada sop buntut yang tidak termakan oleh kawan-kawanku. Maklum semua model “muluk” [pakai tangan kosong bukan sendok], sehinga sop buntut itu tidak masuk daftar prioritas.
Baru setelah selesai makan, mulailah mata melirik pada sop buntut yang mubadzir ini. Ada 2 mangkok sop buntut di dekatku dan rasanya mubadzir kalau tidak kumakan.
Meski perut sudah kekenyangan, ternyata rasa sop buntut ini masih mantap. Berarti kalau pas lapar tadi rasa sop buntut ini pasti luar biasa ya [bener nggak nih?]
Dari sekian banyak makanan yang terhidang, menurutku yang paling kurekomendasikan adalah empal gepuknya. Dari penampakan maupun rasa, sudah tidak diragukan lagi.
Empuk, gurih dan tidak bikin “slilit” di gigi [suatu hal yang opaling kubenci kalau makankok bikin “slilit”]
Mau nyoba sendiri ?
Silahkan datang sendiri ke TKP [kalau mau nraktir juga boleh, hehehe…]
asli Ayam Bumbu Goreng Jamur Jogja khas Makanan masak Minuman Pedas resep Sate Sayur semarang Soto Tahu Udang Yogya Yogyakarta kata2 tersbut mmembuatku lapar…
SukaSuka
komentar yang aneh..!:-)
SukaSuka
Hei saya menemukan ini situs menjadi benar-benar menarik! Bookmarked!
SukaSuka
R.M Ma Uneh memang sudah terkenal dari dahulu walaupun tempatnya masuk gang sempit tetap aja di buru para pelanggan setianya apalagi di kala jam makan siang…:)
sekedar Info untuk pariwisata kota Bandung klik http://www.bandungreview.com
joint us on Twitter : @bandungreview , Facebook : bandungreview.com
SukaSuka
siip
makasih komentarnya
salam sehati
SukaSuka
Ping-balik: Peserta Pelatihan Mie Ayam Sehati 11 September 2011 dari Padang dan Garut
jadi pengen nyoba bang
SukaSuka
Semoga sesuai seleranya.
Amin.
Salam sehati
SukaSuka
Masih banyak warung makan “karun” (padanan harta karun) yang pelru digali, Pak. Di jalan Cipaganti di sebelah mesjid ada warung lotek dan rujak, di jalan Imam Bonjol ada gado-gado, … kalau tidak keburu ke sana, yang sembunyi-sembunyi tadi sebagian ‘ngumpul di “Kiosk” (di jalan Setiabudi, di Dago di lantai atas pizza, di Braga Walk).
SukaSuka
iya nih
masih banyak yang belum keuber
salam
SukaSuka
saya yang sering ke Bandung belum tahu akalu ada tempat makan seperti ini, jadi pengen ke sana, aduh nikmatnya….. mas eko kenapa nggak dibungkus untuk di bawa pulang ke rumah omjay? hehehehhe
SukaSuka
hahaha…..
Om Jay, kapan-kapan kita barengan ya ke Bandung
Hehehe… nanti kita bungkus yang perlu dibungkus
[asal jangan mbungkus Om Jay saja]
salam
SukaSuka
Ping-balik: Short link [tips] | Update Blog Terbaru
bener deh…
SukaSuka
Kalo liat ceritanya, sepertinya Pak Eko yang paling banyak makannya neh….
SukaSuka
tahu aja nih bapak ini….
SukaSuka
Ping-balik: Kuliner Bandung : Mak Uneh | Update Blog Terbaru