Gelora Nafsu Wahyudi anak SMP

Vanessa Hudgens bukan Dewi Hamidah

Aku kenal Wahyudi saat dia masih jadi anak SMP. Dia anak yang pendiam, sehingga temannya kurang banyak. Itu juga yang menyebabkan aku mulai mendekatinya, sekedar ingin tahu dan ingin berbagi cerita dengan dia. Tak kusangka dibalik sifatnya yang pendiam itu tersembunyi sebuah karakter yang belum pernah kubayangkan dimiliki oleh seorang Wahyudi.

Mata sayu Wahyudi tiba-tiba bisa berubah penuh gairah saat dia berkumpul dengan para cewek yang mengikuti kursus memasak di SMP. Aku kebetulan ikut juga di kursus masak itu. Selain punya hobi makan, aku juga ingin berdekatan dengan Wahyudi.

Pada awalnya, niatnya lebih ke arah menemani Wahyudi agar tidak merasa dikucilkan saja, ternyata selanjutnya aku jadi keterusan asyik bergaul dengan kelompok kursus masak yang isinya semua cewek-cewek dan hanya ada dua laki-laki di kelompok itu, yaitu Wahyudi dan aku.

Namanya kelompok anak SMP, maka isinya ya serba hura-hura terus. Hari-hari kursus adalah hari-hari kami bergembira. Itulah hari-hari aku selalu melihat mata Wahyudi hidup. Sangat berbeda dengan kalau berkumpul dengan teman-teman sekelas. Hari-hari Kursus adalah hari-hari dimana Wahyudi si Anak SMP berubah menjadi penuh gairah dengan mata yang selalu berbinar-binar.

Kadang aku mencuri pandang ke arah Wahyudi saat dia terlihat mesra bersenda gurau sambil mengupas bawang atau memotong buah bersama teman-teman cewek yang ikut kursus memasak ini. Sesekali mereka saling melempar sisa potongan buah atau sayur yang tidak terpakai lagi dan derai tawa mengiringi senda gurau itu. Ibu instruktur masak yang ada di depan biasanya hanya ikut-ikutan senyum saja. Mungkin dia sangat maklum dengan kelakukan Anak SMP jaman itu.

Sungguh itu adalah kehidupan Wahyudi yang sangat berbeda dibanding kehidupannya diluar kursus ini. Rasanya hari-hari di dunia ini yang ditunggu oleh Wahyudi adalah hari-hari kursus. Gelora semangatnya sudah seperti tak terbendung lagi setiap menunggu hari itu datang dan atau saat jam belum menunjukkan waktu kursus. Dia pasti terlihat gelisah menunggu waktu kursus tiba.

Akhirnya keluar juga kalimat-kalimat Wahyudi saat berduaan denganku mengambil air untuk mencuci di sumur sekolah.

“Kamu naksir enggak sama Dewi?”

“Ya cewek secantik dia ya pasti menarik tapi kan dia sudah ada cowoknya. Lagian males, semua orang kok ngejar-ngejar dia”

“Ooo kamu gitu ya?”

Wahyudi terlihat seperti senyum-senyum ditahan di depanku.

“Kenapa kok senyum-senyum?”

“Nggak kok, aku gak senyum-senyum”

“Yang tadi itu apa?”

“Aku kan membalas senyum Bu Malikah yang lewat”

Tak mau berdebat dengan Wahyudi akupun menyelesaikan tugasku mengantar air ke ruang masak dan ikutan membuat asinan yang kata bu Guru adalah menu istimewanya.

Aku malah sudah tidak memperhatikan lagi apa yang dikatakan bu Guru selaku instruktur masak hari ini. Pandanganku terus mengikuti semua gerak gerik Wahyudi dan sesekali melihat arah pandangan Wahyudi yaitu primadona sekolah SMP ini, Dewi Hamidah.

“Selalu kupanggil namamu setiap hari bahkan lebih dari sekali, minimal 17 kali tiap hari”, pernah aku bergurau pada dia

“Bohong…”

“Mana pernah aku berbohong?”

“Yang itu tadi kan bohong! Kelihatan banget bohongnya”

“Aku kalau bilang sesuatu gak pernah bohong, aku selalu menyebut namamu dalam setiap sholatku, tepatnya saat aku mengangkat tangan sehabis ruku'”

“Ihh…kamu jahat ya…”

Ah..aku jadi membayangkan yang tidak-tidak. Dewi terlalu menarik untukku dan Wahyudi sedang mengincarnya, tak baik aku ikut-ikut mengejar-ngejar Dewi.

Aku tiba-tiba kaget setengah mati ketika melihat mata Dewi pas menatap mataku dan dia tiba-tiba melempar buah salah ke arahku.

“Ups…apa-apaan ini?”

Teman-teman malah tertawa-tawa melihat aku kaget sampai hampir jatuh dari kursiku.

“Tuh makanya jangan ngelamun melulu. Inget sama Anak SMP yang minggu lalu cerdas cermat kesini ya?”

Kurang asem, rupanya mereka sangat perhatian terhadap tingkahku. Akupun pura-pura jengkel dan keluar dari ruangan kursus masak. Sampai lama aku ngobrol sama bu Sakiman pemilik kantin di SMP, setelah kurasa acara kursus sudah selesai akupun kembali ke kelas untuk mengambil tasku yang ketinggalan.

Kudengar ada suara cekikikan di kelas itu dan kulambatkan langkah kakiku. Aku kenal betul dengan suara cekikikan itu. Kuyakin Wahyudi dan Dewi Hamidah masih di dalam kelas dan sedang cekikikan berdua.

Aku jadi ragu, melanjutkan masuk ke kelas atau kembali ke kantin sekolah, yang pasti sudah tutup setelah aku pergi dari sana. Bimbang antara dua pilihan ini membuatku tak melihat jalan dan akupun terpeleset karena ada air menggenang di lantai ubin.

Dalam kesakitan bangun dari jatuh, kulihat dua manusia muncul dari dalam kelas. Benar mereka adalah Wahyudi dan Dewi Hamidah! Mereka berdua benar-benar tertawa lepas melihat aku yang bangkit dari lantai.

“Makanya dipel dulu kalau sudah membasahi lantai. Senjata makan tuan tuh. Kemana saja sih, dari tadi ditungguin”

Aku hanya bisa tersenyum masam melihat tingkah mereka berdua.

Minggu-minggu selanjutnya kurasakan sikap dua anak SMP itu makin dekat saja. Sampai akhirnya aku keluar dari kursus masak dan melupakan semua tentang Wahyudi dan Dewi.

Vanessa Hudgens bukan Dewi Hamidah

Vanessa Hudgens bukan Dewi Hamidah

Suatu hari saat aku menjemput adikku di sekolah lain tak sengaja aku berjumpa dengan Dewi, yang memang adalah anak dari pemilik sekolah dimana adikku sekolah. Meski aku tetap bersikap kaku, tetapi terlihat Dewi masih saja bersikap seperti tidak ada apa-apa di antara kita. Akupun dalam hati membatin, memang ada apa antara aku dan Dewi?

“Eh, ternyata Wahyudi itu wandu ya? Beneran gak sih?”

Bagai disambar petir aku mendengarnya. Wahyudi wandu (wadam)?

“Ah enggak tuh. Dia laki-laki juga seperti aku”

“Yee…kamu kan sahabatnya masak gak tahu. Aku malah udah tahu sejak dia ndaftar kursus masak itu”

Pembicaraan itu jadi ngalor ngidul gak tentu arah. Aku masih tak percaya kalau Wahyudi wandu. Benarkah Wahyudi yang begitu bergelora semangatnya saat kursus masak adalah bukan laki-laki?

Esok harinya aku mulai memperhatikan lagi gerak-gerik Wahyudi dan kembali kulihat tak ada binar pancaran mata lagi di sepasang mata Wahyudi. Sejak tidak ikut kursus masak lagi, aku memang jadi jarang ngobrol dengan Wahyudi. Ternyata Wahyudi sudah jauh berubah, padahal setiap hari aku bertemu dengannya, tapi baru hari ini kuperhatikan betapa berubahnya dia.

Sore harinya aku mencari rumahnya dan bermain bersama dia di rumahnya. Tidak terlihat kecanggungan sikapnya. Dia mengajak aku main layang-layang di kampungnya dan mengakhiri hari itu dengan minum teh dan makan singkong goreng kesukaanku.

Tak kusangka itulah terakhir kali aku ketemu Wahyudi. Besoknya dia tidak masuk sekolah tanpa alasan yang jelas. Beberapa hari Wahyudi tidak masuk sekolah akhirnya membuatku pergi ke rumahnya dan ternyata Wahyudi sudah tidak ada di rumah itu. Mereka telah pindah entah kemana.

Kenangan Wahyudi anak SMP teman kursus masakku sampai kini hanya jadi kenangan dan tetap jadi misteri dalam hidupku.

+++

Kisah ini hanya khayalan semata. Kalau ada nama-nama yang nyerempet, memang kusengaja untuk mengingatkan aku pada mas Wahyudi, tapi jalan ceritanya tentu tidak seperti ini. Bahwa Hamidah adalah gadis yang cantik tentu semua sepakat, tapi bahwa nama Dewi Hamidah tidak pernah tercatat dalam album SMP-ku pasti benar adanya.

Sekarang setelah kursus masak di SMP, aku akhirnya suka berbagi bisnis kuliner Mie Ayam Sehati “EMIA” bersama teman-teman dari komunitas Tangan Di Atas (TDA).

pelatihan mie sehati di Jogja

 

Tulisan inipun kudedikasikan buat pemrakarsa SEO Positif melawan situs Anak SMP yang isinya tidak karu-karuan. Tentu juga kudedikasikan buat para penulis blog yang memuat kata kunci Anak SMP.

Blognya Litha
Kehangatan Anak SMP
Anak SMP yang penuh gairah

Mari kita jaga teman-teman SMP kita dari berita yang tidak bertanggung jawab.
+++
Artikel terkait :
Blognya Litha
Kehangatan Anak SMP
Anak SMP yang penuh gairah
Gelora Nafsu Anak SMP
Ganyang Situs Anak SMP

91 komentar

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.