(film) Di bawah Lindungan Ka’bah : Kisah cinta versi Buya HAMKA
Bagi penggemar film Hollywood, sebaiknya jangan nonton film klasik semacam ini. Tidak banyak happy ending dalam novel klasik Indonesia dan film ini memang tidak melakukan perombakan terhadap naskah cerita secara drastis. Perubahan yang dilakukan mungkin hanya sebatas kepentingan untuk penayangan di layar lebar, tetapi tetap mempertahankan alur cerita aslinya.
Di komunitas para penggemar buku, maka Novel HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) ini mempunyai nilai hampir empat dari lima. Setelah dinaikkan ke layar lebar, mungkin saja para penggemar buku ini akan melihat beberapa perbedaan di buku dan di novel. Ini sesuatu yang wajar terjadi jika sebuah film diangkat ke layar lebar.
Imajinasi dari ribuan kepala pembaca akan dijadikan sebuah gambar yang harus mempunyai titik kesamaan dari ribuan kepala itu, tentu sebuah hal yang mustahil bisa dilakukan. Ini memang sebuah tantangan bagi seorang sutradara. Ada yang berani menerima tantangan itu ada juga yang memilih menjadi sutradara dari naskah non novel.
Cameraman film ini dan tentu saja editornya begitu apik menggarap setting film yang bernuansa Sumatra Barat. Terasa sangat megah dan teduh suasana yang terbangun. Adegan perahu dari sabut kelapa terasa sangat natural dan seperti tidak mungkin terjadi lagi di abad ini.
Adegan malam juga selalu ditampilkan dengan sangat apik, melalui sinar obor dan pencahayaan yang pas di semua adegan. Penonton seolah-olah memang dibawa ke dunia masa lalu melalui semua adegan yang ditampilkan di film ini.
Akting prima dari Laudya Chintya Bella juga membuat kita melupakan pose “berani” dari artis ini. Bella tampil apik dan terlihat sangat bersahaja di gelimang kekayaan yang mewarnai kehidupannya sebagai seorang anak hartawan. Dengan fasih Bella naik sepeda onthel, bermain air hujan dan berlarian di pasar, benar-benar seperti melihat Bella yang lain.
HAMKA juga menunjukkan betapa kuatnya adat Sumatra Barat terhadap hukum Islam dan itu sudah terpatri dalam setiap insan yang hidup di jaman itu. Pacaran model tahun itu bener-bener tidak masuk akal kalau dilakukan di jaman sekarang. Pacaran kok tidak bisa saling melihat dan hanya bisa mendengar suara dari pacarnya saja, tentu tidak asyik kalau dilakukan jaman sekarang.
Untuk adegan pacaran di balik dinding ini, terlihat di mataku editingnya kurang mulus. Seolah-olah sepasang kekasih ini diambil gambarnya secara sendiri-sendiri dan kemudian digabungkan. Aku tidak tahu bagaimana cara pengambilan gambar di adegan ini, tapi kalau di peragakan di panggung teater, pasti adegan ini akan sangat menawan.
Cerita novel Di Bawah Lindungan Ka’bah sendiri sebenarnya sangat sederhana dan sangat mudah ditebak arahnya. HAMKA menekankan pada kekuatan dialog dari masing-masing tokoh yang tidak pernah takut pada siapapun dan tidak pernah takut sendirian, karena mereka punya Tuhan, Allah swt.
Semua kejadian yang ada berawal dari niat yang tulus, usaha yang tak kenal menyerah dan pertolongan Tuhan. Niat yang begitu kuat dari ibu Hamid terhadap anaknya terjadi juga meskipun mungkin penonton menginginkan niat Ibu Hamid jangan sampai terjadi.
Semua keinginan dari masing-masing tokoh terjadi sesuai niatan mereka. Film ini akan lebih terasa maknanya kalau kita bisa membayangkan kehidupan Hamid dan Zainab di tahun mereka hidup. Bila dipandang dari kaca mata sekarang, maka banyak sekali adegan yang tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin menolong orang dengan saksi begitu banyak orang malah dianggap salah karena “ngowah-owahi” adat (tidak sesuai dengan hukum adat setempat). Bahkan akhirnya sang penolong harus rela dihukum berat. Dibuang dari desanya !
Hamid, sang penolong, dengan ikhlas menerima semua hukuman yang diterimanya tanpa sedikitpun pernah mengeluh. Semua dijalani Hamid dengan keikhlasan yang terjiwai dengan baik oleh Herjunot Ali, sebagai aktor pemeran Hamid.
Ini film lebay bagi para penggemar film Hollywood yang suka dengan adegan Happy Ending ever after dan film menarik bagi mereka yang mengimpikan indahnya semangat Islam di Sumatra Barat.
Selamat menonton.
++
Gambar diambil dari idwikipedia.org
bru nonton film na skarang dan blum pernah baca nvel nya juga..hehehe.. Tpi film ini bener2 bgus dan membuat sya makin suka dan melirik film2 buatan indonesia..terlepas dari jalan crita yg mudah ditebk n adegan geje dari sponsor, dialog dan penjiwaan tokoh benar2 sukses menguras air mata..
SukaSuka
semua film pasti ada kelebihannya dan ada kekurangannya
dengan mamahami kelebihannya dan memaknainya,untuk kebaikan kita dan lingkungan kita, maka kita bisa belajar banyak dari sebuah film
salam sehati
SukaSuka
What a pleasure to find someone who idfieneits the issues so clearly
SukaSuka
Ping-balik: Film Di bawah Lindungan Ka’bah (Under cover the Ka’bah) | Religious Film Analysis asiaexc12sitinajah
Benar banget t “Dian Ancak”,,,Luar biasa film ny,,,sampe2 sediakan tissue….
SukaSuka
Wow…
sampai segitunya ya?
Salam sehati
SukaSuka
Maaf kalau terlalu banyak komentar,,,,Music, Lagu dan Adegannya “sangat Perfect” Sekali…
*kapan2 kalo ad film baru lagi,,,,ajak2 main pak….
hehehehe…
🙂
SukaSuka
Yes!
Kapan-kapan kita bisa nobar ya
Salam sehati
SukaSuka
subhanallah,,,,luar biasa….”ambo urang minang” sangat bangga sekali dengan pengembangan adat melalui film ini, serasa kembali ke masa silam….semoga semakin succes tuk film2 selanjutnya y pak….
kalau perbandingan dengan novel Buya HAMKA tidak usah d perdebatkan,,,krna ne relistis “kaca mata” producer….
like this yooooooo…..
Rancak Bana…
SukaSuka
Ya benar
Bagi mereka yang pernah membaca novelnya pasti merasa ada yang kurang, tapi bagi yang belum membaca pasti merasa ini adalah maha karya yang sangat memukau
salam sehati
SukaSuka
gimana cara downloadnya…
SukaSuka
search saja di google
salam sehati
SukaSuka
belum lihat film ini
SukaSuka
lihat aja
biar bisa komentar lebih banyak
salam sehati
SukaSuka
sayanganya estetika film ini sedikit terganggu karena beberapa adegan yang memperlihatkan orang ngemil chocolatos dan kacang garuda serta pakai obat nyamuk baygon. memangnya benda-benda pabrikan itu sudah ada sejak 1922
SukaSuka
Salam.
Saya juga terganggu dengan adegan itu.
Sponsor banget rasanya.
Salam sehati
SukaSuka
film nnya bner bner bkin orang nangis .
apalagi yang main idolaku yaitu laudya chintya bella .
T O P Banget deh nih film .
ampe aku disuruh bkin cerita tentang film , film ini yang aku ceritain kembali di depan kelas ..
good luck yah
SukaSuka
kalau bisa merasakan nikmatnya nonton film ini, jadi tidak rugi produsernya menggarap film yang setingnya sangat rapi ini
salam sehati
SukaSuka
salam kenal pak
SukaSuka
Salam kenal kembali.
Ini dengan siapa ya nama asl;inya?
Salam sehati
SukaSuka
sebelum menulis review film ini ada baik nya mas baca juga roman karya buya Hamka ini . karena jalan cerita dalam film ini jauh melenceng dari novel yang pernah saya baca … saya sangat kecewa degan film ini…..
SukaSuka
Salam. @Nanda
Banyak yang berpendapat sama dengan Nanda, bahwa film ini sangat mengecewakan dan melenceng jauh dari naskah aslinya, yang kubaca berpuluh tahun lalu.
Kalau ndak salah terbit buku ini sekitar tahun 70an ya, aku tidak begitu ingat. Pasti ada kesulitan dari sutradara untuk menayangkan sebuah novel dalam sebuah tayangan layar lebar. Banyak yang disederhanakan agar mudah dicerna, tapi jadi menyakitkan bagi yang pernah membaca novelnya.
Makasih masukannya. Aku akan coba baca ulang, untuk menyegarkan ingatanku.
Salam sehati.
SukaSuka
terima kasih reviewny.. walaupun saya suka film2 hollywood tpi film2 yg menceritakan kberagaman & kekayaan budaya negara kita wajib d’tonton. makasih telah berbagi
SukaSuka
Salam mas @Moko
Luar biasa, mas Moko demen film Hollywood tapi bis ajuga menikmati film yang tidak bergenre Hollywood.
Makasih komentarnya mas.
Salam sehati
SukaSuka