Kehangatan Cinta : Pak Dhe Pacaran

Pasutri Bahagia Dunia akhirat

“Pak Dhe cepetan cerita donk, gimana dulu pacaran sama Bu Dhe”, kata Antok pada pak Dhe yang tetap senyum-senyum dikursi depan didampingi Bu Dhe. Sementara anak-anak lain ikut menyokong permintaan Antok dengan gegap gempita.

“Ayo pak Dhe, kamu bisa..!”, terdengar suara serak di antara suara para ABG yang mengelilingi pak Dhe membuat semua jadi tertawa lebar.

“Thole gak usah bersuara, bisa sakit panu kita semua nanti”, timpal Anton membuat semua jadi tambah riuh rendah. Maklum suara Thole memang khas banget, sember, serak dan beda banget dengan suara orang normal.

Bu Dhe yang duduk di samping pak Dhe ikut-ikutan senyum dan menepuk pundak pak Dhe sambil berbicara lirih, “Ayo cerita tapi jangan semuanya ya..”

“Oke..oke.. aku mau memulai cerita. Bukan untuk kalian tapi untuk anak-anakku yang sedang jauh di sana”, akhirnya pak Dhe berdiri dan memulai ceritanya.

Anak-anak ABG itupun duduk diam ketika melihat pak Dhe sudah siap untuk bercerita.

Pasutri Bahagia Dunia akhirat

“Dulu, Bu Dhe yang cantik ini adalah bunga di kampungku dan tentu saja bunga di Masjid yang sering kupakai untuk berdiskusi tentang hidup dan kehidupan”

“Banyak kumbang yang mengitarinya dan aku sering dirujuk oleh para kumbang untuk mendekati Bu Dhe ini”

“…….”

“Foto Bu Dhe laris beredar di kalangan teman-temanku dan merekapun bergantian main ke rumah Bu Dhe dengan segala alasan dan segala cara. Maklum primadona sih…”

Suasana makin riuh rendah ketika pak Dhe makin dalam menceritakan tentang kisah cintanya lengkap dengan cara pacarannya. Memang tak ada pertemuan penuh gelora nafsu di antara mereka tapi liku-liku cerita pacaran ala pak Dhe ini benar-benar beda dengan kisah cinta yang umum terjadi di masyarakat saat ini.

“Bener pak Dhe gak pernah berduaan sama Bu Dhe ketika pacaran?”, tanya Antok penasaran.

“Hahahaha… kalau bukan dengan bu Dhe sih sering, hahahaha….”, Bu Dhe langsung mencubit pak Dhe ketika mendengar jawaban pak Dhe.

“Bu Dhe pernah berduaan sama pak Dhe dalam sebuah mobil”, ucap Bu Dhe sambil berdiri di samping pak Dhe.

“Waktu itu Bu Dhe jalan sendirian pulang dari kuliah terus pak Dhe klakson dari belakang, nah hari itulah kita berduaan dalam satu mobil selama kira-kira lima menit saja”

“Kok cuma lima menit?”

“Lha rumahnya sudah dekat kok, sepuluh menit jalan kaki juga sampai”

“Memang waktu itu pak Dhe punya mobil?”

“Hahaha… pak Dhe ini waktu mudanya jadi tukang ojek mobil alias sopir serabutan”

Tertawapun langsung berderai di antara mereka. Suasana diskusi di ruang aula kelas XI-X itu makin seru ketika pak Dhe mulai menceritakan proses menuju pernikahan mereka.

“Waktu itu aku main ke rumah bu Dhe dan kita lebih banyak berdiam seribu bahasa. Bahkan Ayah bu Dhe yang banyak bertanya dan berdiskusi soal kemasyarakatan, sehingga aku makin tidak punya kesempatan untuk bercerita soal ketertarikanku pada Bu Dhe. Akhirnya aku nulis surat saja biar gak diganggu oleh obrolan orang lain”

“Surat-surat kita berduapun jadi seperti novel kalau disambung-sambung. Bai de wei, tidak ada ucapan I LOve U di antara ratusan surat itu”

“Bu Dhe bahkan selalu menawarkan untuk berkenalan dengan kawannya yang dianggap cocok untuk mendampingi hidupku. Sampai akhirnya aku menulis begini; daripada menikah dengan mereka, kawan-kawanmu itu yang aku tidak tahu sifat dan kecantikannya, lebih baik aku menikah dengan dikau dinda!”

Pak Dhe mengucapkan kalimat terakhir ini dengan penuh perasaan dan pandangannya menuju ke sepasang mata Bu Dhe, sehingga bu Dhe tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Sepertinya ada air mata bahagia yang menggantung di sepasang mata indah Bu Dhe.

“Wuuuu…..!” Antok dan kawan-kawannyapun bersorak-sorai melihat kemesraan pak Dhe dan Bu Dhe. Suasanapun jadi cair lagi ketika kemudian terdengar suara langkah kaki bu Murwani memasuki ruang kelas.

“Selamat siang!”, salam Bu Murwani

“Selamat siaaang….”, serempak Antok dan kawan-kawannya menjawab

“Bagaimana sudah dapat cerita dari pak Dhe?”

“Sudah bu…”

“Bagus. Silahkan buat tulisan tentang acara kita hari ini, boleh dari sisi pelaksanaan acaranya, isi cerita dari pak Dhe atau apapun yang bisa diceritakan berdasar kejadian hari ini. kumpulkan minggu depan. Siap?”

“Siaaaaap!”

“Sudah tahu kan bahwa pacaran itu bisa perlu bisa juga tidak perlu?”

“Sudaaah…”

Ruang kelas itupun langsung sepi, tinggal pak Dhe, bu Dhe dan bu Murwani saja yang asyik mengobrol.

“Pak Dhe makasih sudah mau datang ke sekolah ini untuk berbagi. Mohon lain kali bersedia datang lagi kalau kita undang. Maaf kalau kita tidak bisa memberikan uang transportasi untuk pak Dhe yang sudah datang jauh-jauh ke sekolah ini. Nanti biar diantar sama Amir, sopir antar jemput sekolah ini, sekalian ngantar ke komplek dekat kompleks pak Dhe”

Merekapun saling berjabat erat mengakhiri acara diskusi di siang hari ini. Di papan tulis tertera dengan Spidol besar judul acara ini. “Kehangatan Cinta : Pak Dhe Pacaran”.

Salam sehati

Dua Pasutri

7 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.