Patutkah kita nonton Kungfu Pocong Perawan ?

poster pocong perawan

“Patutkah kita nonton Kungfu Pocong Perawan ?”
“Wah film seperti itu tidak mendidik mas!”
“Darimana sampeyan tahu kalau film itu tidak mendidik?”
“Dari judulnya saja sudah terlihat mengada-ada mas”
“Jadi sampeyan belum nonton sudah punya persepsi seperti itu?”
“Ya benar, judulnya sangat vulgar dan tidak jelas arahnya”
“Bukankah sampeyan pernah bilang kalau kita jangan suka menilai buku dari covernya?”
“Wah, beda mas. Kalau ini dari judul saja sudah ketahuan kalau ini film yang kurang bermutu”
“Wah nggak fair donk kalau sampeyan tidak nonton filmnya dan sudah punya persepsi seperti itu. Tonton dulu baru bicara”
“Nggak ah, mual aku nonton film seperti itu”

Diskusi itu akhirnya tak berujung, karena dari awal memang sudah disepakati kalau diskusi semacam ini tak akan pernah selesai. Yang satu merasa sudah mengambil keputusan yang benar sementara yang satu merasa putusan yang diberikan adalah putusan yang tidak adil karena berdasar opini bukan fakta.

Kalau aku akhirnya menonton film ini, pasti bukan ingin menyelesaikan diskusi di atas, tapi karena iseng saja. Film berdurasi 90 menit ini bercerita tentang konflik yang muncul di sebuah perguruan silat ala film ShaoLin.

Ada murid perguruan yang murtad dan mencuri perawan kencur karena ada gambar jurus silat tertinggi di dunia pada punggung perawan kencur itu. Murid ini akhirnya keluar dari perguruan silat dan datang lagi untuk balas dendam.

Di perguruan sendiri ada dua murid yang merupakan murid tertua, yaitu kakak pertama dan kakak ke dua. Jangan tanya kelihaian dua kakak ini. Mereka adalah murid tertua yang mengajari adik-adik perguruan mereka.

Jurus-jurus yang tidak pernah ada dalam dunia persilatan dan tidak jelas kegunaannya ditampilkan di film ini untuk menunjukkan kehebatan Kakak pertama (Yadi Sembako). Adegan slapstick mewarnai hampir sepanjang film dan terdengar suara terpingkal-pingkal dari para penonton yang ada di belakangku.

Kalau mendengar suara mereka, kayaknya mereka masih di kelas SD dan belum SMP. Rupanya karena film ini masuk kategori Remaja, maka anak-anak dibebaaskan untuk menonton. Yang penting bayar daripada kursi penonton kosong.

Aku jadi ingat ketika nonton film di Studio 21 Malang dan tasku disita karena aku membawa Nikon D5100. Kasus seperti itu tidak terjadi di Jakarta ataupun di Jogja. Apapun filmnya dan berapapun usia penonton tidak jadi masalah, mereka tidak sempat lagi memeriksa umur penonton apalagi memeriksa tas camera.

Menonton film ini bagiku mirip menonton acara TV Da***at, isinya adalah gurauan para artis tanpa alur cerita yang jelas. Yang diomongkan dan jalan ceritanya tidak cocok, tapi kudengar para penonton tetap saja tertawa melihat akting para artis tersebut. Gaya banci Olga tetap menjadi tontonan yang menarik mereka.

Olga yang dalam film ini berperan sebagai kakak ke dua diceritakan jatuh cinta pada MeiMeiy, perawan kencur yang sekarang sudah menjadi perawan dewasa. Percintaan dua orang ini sungguh aneh modelnya, persis dengan saat mereka bergurau di acara TV lokal.

Sang perawan ini akhirnya diculik oleh murid murtad dan ditelanjangi punggungnya untuk dipelajari jurus unggulan perguruan itu. Kakak pertama yang mengejar penculikan itu dengan mencuri sepeda motor akhirnya mati di jalan karena sepeda motornya remnya blong.

Merekapun dikubur dan akhirnya hidup kembali untuk menolong sang perawan yang diculik oleh sang murid murtad. Ilmu yang sempurna itu rupanya kalah hebat dibanding ilmu sang pocong dan sang murid murtadpun mati di tangan kakak pertama yang sudah mati duluan.

Akhirnya kakak pertama kembali ke alam gaib dan sang perawan kembali pada kakak kedua. Selesai !

Anda mau nonton film kungfu Pocong perawan ini atau The Raid yang juga berbasis ilmu bela diri? Semuanya terserah anda.

poster pocong perawan

2 komentar

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.