Djoko Wi kalah, kemenangan “rakyat” Jakarta

Setiap naik taxi dari Bandara Cengkareng ke Cawang, aku biasanya menyempatkan untuk ngobrol ngalor ngidul dengan sang driver. Banyak cerita yang jarang kudengar muncul dari pembicaraan ini dan kali ini aku juga sedikit terkejut dengan komentar sang driver tentang Djoko Wi, calon gubernur DKI.
“Kemarin nyoblos apa pak?”, kataku membuka pembicaraan.
“Ah enggak pak. Saya golput”
“Kenapa?”
“Iya pak, calonnya gak ada yang bener. Kalau nanti tahun 2014 pak Dahlan Iskan nyalon Presiden, saya baru mau libur dan ikut nyoblos”
“Wah gitu ya? Memang pak Dahlan tokoh favorit ya?”
“Ya benar pak. Dia adalah tokoh yang diperlukan di Indonesia ini”
“Bukannya Djoko Wi mirip pak Dahlan Iskan?”
“Beda pak. Ngapain dia pergi dari Solo ke Jakarta? Pasti ada maunya itu”
Pembicaraan terhenti karena lalu lintas tiba-tiba macet dan sang driver seperti bersungut-sungut dengan kondisi ini. Akhirnya diputuskan lewat Ancol saja dan tidak lewat Slipi, karena terlihat antrian begitu padat dan ada mobil polisi dengan tulisan “arah Priok lancar”.
Pembicaraan berlanjut lagi ketika suasana sudah normal kembali. Dengan piawai sang Driver bercerita betapa para cagub itu benar-benar tidak bisa mengukur diri. Terutama mereka yang perolehan suaranya sedikit.
Saat ini “mitra tanding” menuju Gubernur DKI hanya menyisakan dua kandidat kuat Foke dan Djoko Wi. Dua-duanya mendapat amanat dari rakyat Jakarta untuk dilaksanakan saat mereka menjadi pemimpin DKI. “Rakyat” versi Foke pasti beda dengan “Rakyat” versi Djoko Wi. Banyak pengamat yang bisa membedakan “rakyat” Foke dan Djoko Wi, aku sendiri tidak bisa membedakannya.
Orang yang kutemui sering memberikan penilaian yang berbeda dengan penilaian para pakar itu.
“PKS pasti tidak memilih Djoko Wi pak”, kata salah satu orang yang kutemui dan begitu berapi-api membahas siapa pemenang PILKADA DKI ini.
“Kenapa PKS tidak memilih Djoko Wi, tuh di TV ada gambar pak Djoko Wi dan pak Hidayat berjabat tangan”, kataku ketika kebetulan di layar TV terpampang gambar dua tokoh yang kita bahas.
“Jangan percaya TV pak. Seperti juga kita jangan terlalu percaya pada lembaga survei”, ujar temanku itu masih berapi-api.
Aku mencoba mencerna pendapat temanku itu. Kenapa sampai PKS tidak memilih Djoko Wi, padahal kalau PKS memilih Djoko Wi, pasti pengikut setia PKS akan menambah perolehan suara Djoko Wi dan itu sangat berarti bagi Djoko Wi.
Bicara politik memang susah-susah gampang. Pasti gampang bagi mereka yang berkecimpung dengan dunia politik, tapi bagi orang awam pasti sulit menebak arah angin politik. Apalagi saat ini banyak ahli politik yang tiba-tiba muncul dengan segudang argumentasinya.
Metro TV, Selasa 17 Juli 2012, selepas Maghrib menayangkan berita seputar Djoko Wi. Beberapa topik sempat kuikuti meskipun tidak dengan perhatian penuh. Topik yang dibahas antara lain tentang Jakarta yang saat ini menginginkan perubahan, pemanggilan tim sukses Djoko Wi karena dugaan money politics, atau pujian dari JK tentang bersihnya Djoko Wi.
Tidak ada berita tentang FOKE yang menonjol. Paling-paling yang muncul adalah komentar kubu FOKE terhadap politik uang yang ditengarai dilakukan oleh kubu Djoko Wi. Sementara itu dari kubu Djoko Wi membantah dengan beberapa bukti yang mereka sampaikan. Yang benar yang mana aku tidak tahu, tetapi isi pemberitaan ini pasti justru akan mengangkat nama Djoko Wi bukan nama FOKE.
Saat ini kubu FOKE pasti sedang giat-giatnya membahas strategi memenangkan kursi DKI-1 dan “rakyat” di belakang FOKE pasti ikut tegang menanti akhir dari PILKADA ini. Sebagai pengikut setia FOKE, maka “rakyat” di belakang FOKE pasti akan bermain all out agar tidak lagi dikalahkan oleh Djoko Wi.
Mampukah FOKE menciptakan kondisi yang membuat sebagian besar “rakyat” Jakarta memilihnya kembali menjadi Gubernur DKI? Sedangkan di masyarakat sedang muncul istilah “FOKokE Djoko Wi yang menang !:-)”
Siapapun yang jadi Gubernur DKI, maka rakyat jugalah yang menang. Tentunya kita akan sangat gembira kalau yang menang adalah RAKYAT yang tidak DIBELI oleh politik uang.
Djoko Wi kalah adalah kemenangan “rakyat” Jakarta, tapi Djoko Wi menang juga adalah kemenangan “rakyat” Jakarta.
Ping-balik: Joko Wi menunggu waktu saja : FOkoKE Joko Wi | Dari "Kaca Mata"-ku
Joko Wi cukup Sederhana… apa adanya… Jujur…. Jurus2ny Disolo terbukti ampuh…. orang SepertiIni Perlu Kita Dukung….
SukaSuka
selamat mendukung Djoko Wi
salam sehati
SukaSuka
Judulnya ikit loh, menyesatkan..
Tau2nya… :p
Saya sendiri mendukung JokoWi, golpot bukan pilihan yang bijak, milih ga milih gubernur tetap ada, makanya yang bener bukan pilih yang baik, tapi pilih yang paling baik..
Foke udah mengecewakan rakyat jakarta, sukanya ngeles..
Lebih mending JokoWi lah, kalaupun nanti kerja dia ga bener ya 5 tahun lagi pilih yang lain..
SukaSuka
hahaha….
cara berpikir yang nyaman
salut mbak Anindya Dewi
Salam sehati
SukaSuka
Tidur dengan perut kenyang akan lebih enak daripada perut lapar.
SukaSuka
wah mas Kika memang suka bersembunyi dibalik kalimat yang “berat”
mau belajar ah sama mas Kika
salam sehati
SukaSuka
siapapun yang menang, mari kita lihat dukung untuk jakarta yang lebih baik 🙂
SukaSuka
Yes
mariiii…!:-)
Salam sehati
SukaSuka
hehehhehe…benar kata drive itu gak ada yg bener jago jagonya,jokowi ada apa jauh jauh dari solo ke jakarta,gila jabatankah,gila populeritaskah,
foke…..siapa dia…..
ya beginilah demokrasi tidak ada jaminan yang terpilih dg suara banyak adalah the best….untuk rakyat..
contohnya oknum DPR dia terpilih disenayan pasti punya suara terbanyak tapi ternyata rakus,korup…
SukaSuka
Salam mas Catur
Makasih tambahan komentarnya.
Semoga terpilih Gubernur yang hebat dan bermanfaat bagi semua rakyat.
Amin.
Salam sehati.
SukaSuka