Ahli K3 Konstruksi

Bagikan buku K3 untuk semua personil proyek

“Mengapa perlu ahli K3 konstruksi di lingkungan pekerjaan konstruksi. Apa tidak cukup ahli K3 umum saja?”

Pertanyaan itu mungkin hanya sebuah pertanyaan retoris saja, mengingat angka kecelakaan di Indonesia memang paling banyak berada di sektor Industri Jasa Konstruksi. Data tahun 2011 kecelakaan kerja terbanyak tetap dari sektor Jasa Konstruksi (lebih dari 30%), baru menyusul kemudian dari sektor industri (selain konstruksi) dan baru kemudian di sektor transportasi (dibawah 10%).

Pertanyaan selanjutnya, kenapa kasus kecelakaan kerja di dunia konstruksi begitu tinggi ?

Jawaban pertanyaan ini tentu ada beberapa faktor yang bisa dilihat.

1. Faktor pemilik proyek.

2. Faktor pekerja

3. Faktor pelaksana  pekerjaan.

Dari sisi pemilik proyek atau pengguna jasa kontraktor, maka makin peduli pemilik proyek akan sangat signifikan mempengaruhi angka kecelakaan kerja di proyek. Pemilik proyek dari manca negara relatif lebih peduli akan pentingnya nilai-nilai keselamatan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga angka kecelakaan proyek juga menjadi lebih kecil dibanding proyek yang ownernya kurang peduli nilai-nilai K3.

Meskipun faktor pemilik proyek ini cukup dominan, tetapi faktor pekerja sendiri juga cukup berpengaruh akan terjadinya sebuah kasus kecelakaan kerja. Seperti kita ketahui, para pekerja di dunia konstruksi mempunyai karakter yang sangat berbeda dengan pekerja di bidang pekerjaan lainnya.

a. Para pekerja di dunia konstruksi biasanya bukan dari pekerja yang berpendidikan tinggi dan lebih menekankan pada pekerjaan yang memakai otot.

b. Perpindahan pekerja sangat tinggi, sehingga induksi pada pekerja baru sangat tinggi frekuensinya. Akibatnya sering terjadi pekerja belum diinduksi sudah dipekerjakan karena keterbatasan tenaga K3 untuk melakukan induksi.

c. Upah pekerja yang kurang memadai, sehingga mereka harus lembur untuk mengejar pendapatan yang lebih tinggi. Akibatnya kondisi pekerja kadang kurang fit untuk bekerja tetapi tetap dipaksakan untuk mengejar target pendapatan maupun progres pekerjaan.

Tiga karakter itu sangat dominan dalam mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Banyak terjadi kecelakaan kerja karena “UNSAFE ACTION“. Hal ini disebabkan kurangnya disiplin pekerja dalam mematuhi aturan K3 di proyek. Alat pelindung diri masih dianggap sebagai penghalang dalam bekerja, sehingga tidak dipakai dan ketika kecelakaan kerja terjadi akibatnya bisa menjadi fatal.

Kecelakaan kerja juga banyak terjadi pada pekerja baru yang belum menguasai lapangan. Mereka belum paham bahaya apa saja yang mungkin terjadi di lokasi pekerjaan dan mereka sudah harus bekerja di lokasi tersebut. Petugas K3 sering kewalahan memberi penjelasan akan risiko sebuah pekerjaan karena seringnya mandor mengganti pekerjanya.

Keluar masuknya pekerja kadang disebabkan juga karena terlalu ketatnya aturan K3 di sebuah proyek. Para pekerja yang malas menjalankan K3 tersebut meminta dikeluarkan dari grup sang mandor dari lokasi pekerjaan sekarang dan minta ditempatkan di lokasi lain yang lebih longgar pengawasan sistem manajemen K3-nya.

“Bayarnya sama, tapi kerjaannya lebih ribet”, begitu ungkap mereka.

Kebiasaan menjalankan aturan K3 memang kadang menghambat pekerja dalam mengejar prestasi pekerjaan. Saat sang mandor tidak bisa memberi bayaran yang memadai buat mereka, maka merekapun mulai berulah dengan berbagai macam cara. Mereka kemudian sering tidak memakai APD yang seharusnya mereka pakai, karena ingin mengejar prestasi pekerjaan. Sebuah fenomena yang tidak “reasonable”.

Faktor pelaksana pekerjaan juga bisa menjadi penentu jumlah kasus kecelakaan kerja. Harus ada seorang ahli K3 Konstruksi di organisasi pelaksana pekerjaan (kontraktor). Personil inilah yang akan menegakkan aturan K3 di lokasi pekerjaan tanpa memandang siapa owner (pemilik) proyek atau siapa pekerja yang ada di lapangan. Personil ahli K3 konstruksi akan melakukan tugas tanpa pandang bulu dan senantiasa menjadikan kepentingan K3 di atas segalanya.

Personil ini perlu dibekali pengetahuan yang cukup tentang dunia konstruksi, sehingga dapat dengan tepat dan cepat memutuskan tindakan yang harus dilakukan bila menghadapi dilema antara kepentingan dari sisi K3 dan dari sisi progres pekerjaan.

Kekuasaan yang tinggi pada personil ahli K3 konstruksi akan menjadi bumerang bila kemampuan yang bersangkutan kompetensinya tidak memadai. Pekerjaan terhambat progresnya dan kecelakaan kerja tetap terjadi.

Disinilah perlunya ahli K3 Konstruksi mengenal secara rinci proses pembuatan HIRADC (Hazard Identification Risk Assesment and Determining Control).

(bersambung ke artikel HIRADC)

Bagikan buku K3 untuk semua personil proyek

Bagikan buku K3 untuk semua personil proyek

+++

Baca juga tulisan tentang K3 ini :
Blog Anneahira
Blog ergonomi

13 komentar

  • Ping-balik: CHSET (Ujian K3 dan Lingkungan) | Blogger Goweser Jogja

  • Salam kenal,

    Memang seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan per bidangnya.
    Btw, saya suka buku kecilnya itu. Buat sendiri atau khusus dari perusahaan Pak?

    salam k3
    Luki Tantra

    Disukai oleh 1 orang

  • salam pak eko.
    saya mau nanya boleh ya pak…. pak sebagai sub kontraktor apakah harus tetap punya sertifikat K3 pak ada minimal personil yang harus punya sertifikat K3 ga pak?..kalau iya acuan peraturan pemerintah nya ada ga pak?…trims ya pak…

    Disukai oleh 1 orang

    • Salam mbak Lia.

      Subkontraktor dan main kontraktor adalah sebuah organisasi yang sama-sama ingin personilnya selama bekerja selalu sehat dan tidak mengalami kecelakaan kerja.
      Jadi ya tetap wajib menjalankan SMK3 (Sistem manajmen K3).
      Soal sertifikat ahli K3 memang dituntut dipunyai oleh seorang sekretaris P2K3, tidak membedakan dia bekerja dimana. Semua sekretaris P2K3 wajib mempunyai sertifikat ahli K3.

      Silahkan lihat disini :
      PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
      No. Per.04/MEN/1987
      TENTANG
      PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA
      TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN KERJA

      Salam sehati

      Suka

  • mau nanya neh pak,apakah ahli k3 dala satu proyek dapat menjabat sebagai site manager atau lainnya dalam 1 pekerjaan??terima kasih

    Suka

    • Salam.

      Tergantung job description yang dipegang dan kompetensi yang dibutuhkan dalam job desc tersebut.
      Selama sesuai dan tidak bertentangan tentu tidak bermasalah. Namun bila ada ketidak sesuaian, maka tentu menjadi masalah tersendiri.

      Salam sehati

      Suka

  • Ping-balik: Ice Breaking | Dari "Kaca Mata"-ku

  • Masukkan, pak.

    Kalau dilihat dari faktro owner :
    Undang-undang tentang K3 dan peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan tetapi kenyataannya calon owner proyek pemerintah cq panitia anggaran/lelang masih setengah hati.
    Walaupun telah dimasukkan biaya K3 dalam Bill of Quantity tetapi perhitungan untuk penentuan pemenang masih dari harga penawaran terendah secara kumulatif, sehingga para kontraktor cenderung mengurangi biaya penunjang (biaya K3).

    Dari faktor kontraktor :
    dukungan manajemen kontraktor tidak 100%, karena apapun jenis perusahaannya pasti yang dicari adalah laba. Di bagian marketing untuk bisa mendapat proyek harus bersaing dengan kompetitor, salah satunya dengan margin profit pas-pasan. Di proyek dituntut harus memenuhi laba yg ditetapkan. Kenyataannya dalam pelaksanaan harus mematuhi UU dan persyaratan yang berlaku yg pastinya menimbulkan konsekuensi biaya.
    Penempatan ahli K3 tidak akan efektif kalau kebijakan proyek masih berorientasi ke laba, dan tanpa dukungan oleh bagian lain dalam proyek, juga sama aja tidak akan berjalan. Terutama bila kewenangan yg dimiliki bagian lainnya di proyek (sdm, pelaksana, adkon, teknik, loglat) tidak digunakan untuk mendukung pelaksanaan K3.

    Disukai oleh 1 orang

  • Ass.
    Maaf pak eko sidikit saya menjaabar kan antara ahli K3 umum. Dan K3 Konstruksi…
    menurut peraturan pengawas ketenaga kerjaan. Sebagai pengawas keselamaatan kerja harus. Mempunyai sertiifikasi Ahli K3 Umum untuk perpanjagan tangan dari dinas tenaga kerjaan baru seorang ahli K3 mengambil setifikasi menurut bidang kerja yg lebih spesifik contoh untuk jasa konstruksi harus mempunyai sertifikasi K3 konstruksi.
    Untuk mengawasi Pekerjaan berhubungan dengan arus kuat/listrik harus mempunyai sertifikat K3 Listriik.

    maaf pak kalau penjelasan saya keliru atau kurang jelas.

    wasallaam

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.