Potret Wanita dalam “7 Jendela Kaca”
Potret Wanita dalam “7 Jendela Kaca” tampil dengan apik di Taman Budaya Yogyakarta, 11-12 Januari 2013. Selama dua hari para penonton disuguhi dua pementasan yang sama persis, meskipun di sana-sini ada detil yang berbeda. Hari pertama pementasan biasanya bisa juga merupakan gladi resik untuk pementasan hari ke dua, sehingga pada hari ke dua akan muncul beberapa perubahan di beberapa detil adegan. Saat pementasan ini nanti ditampilkan di beberapa kota lainnya, Jakarta, Surabaya dan Bali, maka bisa jadi juga akan muncul detil adegan yang berbeda lagi.
Sutradara kawakan Mbah Gati dan mas Jujuk Prabowo telah merombak habis naskah cerpen yang dibawakan secara monolog oleh 7 (tujuh) wanita dalam balutan 7 (tujuh) warna pelangi. Cerpen yang begitu realitistis menampilkan potret wanita dalam keseharian ditulis oleh Labibah ini ditampilkan dalam beberapa warna pelangi. Warna hijau diwakili oleh Rina Chaeri, menceritakan tentang “Perempuan dan Sepotong Wajah“, kisah seorang istri yang masih cinta dengan mantan pacarnya. Warna lainnya menceritakan kisah yang berbeda tetapi tetap dalam kerangka potret wanita dalam rutinitas yang sering terlupakan.
Nila menceritakan perjuangan pahlawan devisa negara, seorang TKI yang berjuang di negeri orang untuk berbakti pada orang tuanya, yang belum tentu bisa menikmati apa yang telah diperjuangkannya. Dimainkan oleh Yeni Eshape (owner Mie Sehati) dengan judul “Ketika Awan Menangkap Rembulan“.
Penulis cerpen sendiri, Labibah, membawakan sosok laki-laki yang tidak puas mempunyai seorang istri saja. Lakon ini dibalut dalam warna UNGU dengan judul “Perempuan Kedua“, Dalam cerita ini Labibah harus memerankan tokoh laki-laki, sehingga sangat kontras dengan kehidupan sehari-harinya yang berkutat dalam dunia pendidikan sebagai dosen di PT Jogja. Para mahasiswanya yang menonton pentas ini tentu tidak salah kalau berkomentar bahwa bu dosen mereka tampil sangat “berbeda” dibanding kesehariannya. Bagi para blogger pasti sangat mengenal sosok Labibah ini. Seorang blogger dari Makassar yang ikut membidani terbentuknya komunitas blogger Makassar yang masih eksis sampai saat ini.
Warna kuning menceritakan seorang wanita cerdas yang jatuh dalam dunia ideal. Oki Lubis, wanita dari tanah seberang ini, memainkan cerita “Fragmen Musim Gugur“. Rumitnya kehidupan seorang perempuan berpendidikan ditampilkan dalam potret yang membuat kita harus berkata bahwa perempuan cerdas ternyata bisa juga bertindak bodoh.
Warna jingga ditampilkan dalam sebuah judul cerita “Bukan Jagal Bukan Jablai“. ditulis oleh Dyah Puspitasari dan dibawakannya sendiri dalam pementasan ini. Bagi yang jeli tentu akan melihat warna ini berbeda karakter penulisannya dibanding warna lainnya. Inilah cerita tentang seorang janda yang kawin beberapa kali.
Sita Ratu dalam pementasan “Kolase dan 7 Jendela kaca” ini membawakan peran sebagai seorang tokoh wanita centil yang akhirnya menikah dengan suami sahabatnya. Gaya centilnya dan teriakannya yang melengking membuat para penonton yang kehilangan fokus pasti akan kembali fokus dengan adegan di panggung. Cerita “Celana Dalam” ini sebenarnya cocok untuk ditampilkan di akhir cerita atau minimal cerita sebelum monolog terakhir yang mewakili warna Biru dan dibawakan dengan sangat apik oleh Nuri Isnaini dalam judul “Perempuan yang Mencari-cari Dada Ibu“.
Penampilan yang santai dari Nuri Isnaini di cerita-cerita sebelumnya berubah sontak menjadi peran yang begitu serius dan mencekam, Kisah kaum homo dan lesbi dibawakan dengan begitu runtut mengalir oleh Nuri Isnaini. Penonton dibuat terkesima dengan penampilan prima dari warna biru ini. Cerita ini memang sangat cocok ditampilkan di akhir pertunjukan yang memakan waktu sekitar dua jam ini.
Mas Jujuk dan mbah Gati harus berpikir keras kalau ingin membuat pementasan dari Teater “WeeN” ini sedikit lebih singkat, agar bisa lebih dinikmati oleh para penggemar baru dalam dunia teater. Bagi para penikmat seni teater yang sudah biasa menonton teater, maka inilah pementasan yang sangat menghilangkan haus akan dahaga menonton teater yang apik dan mudah dicerna. Inilah pementasan yang merupakan potret wanita dalam kehidupan sehari-hari yang sering luput dari pengamatan kita.
Pentas “Kolase dan 7 Jendela Kaca” mungkin dalam tahun ini akan main lagi di Jakarta, Surabaya atau Bali. Akan sangat baik kalau pentas yang bagus ini sedikit diperpadat, sehingga lebih terasa di hati. Salut buat teman-teman seniman di Jogja, semoga tidak kapok berkesenian. Mas Harno, mas Bagus Jeha, mas Dekha, para pemusik dan teman-teman lain yang begitu intens bergelut di belakang pementasan ini, angkat topi setingi-tingginya.
Salam sehati.
kreatifnya orang jogja hotel murah di jogja
SukaSuka
itulah kelebihan wong jogja 🙂
SukaSuka
Ping-balik: Kolase 7 Jendela Kaca #2 mendekati saat pementasan | Blogger Goweser Jogja
Ping-balik: Ketika Wanita Berbicara | Blogger Goweser Jogja
Ping-balik: Doa yang hilang | Es Ha Pe Blogger Jogja
Reblogged this on KAGAMA VIRTUAL and commented:
Mbah Gati sutradara Teater Gadjah Mada akhirnya sukses mementaskan 7 Jendela Kaca di TBY (Taman Budaya Yogyakarta), 11-12 Januari 2013. Menyusul nanti di kota-kota lain.
SukaSuka
WAH, gak nyangka ternyata mbak Yenni pintar berakting juga
Salut buat istri mas eko eshape
salam
Omjay
SukaSuka
Salam Om Jay.
Makasih apresiasinya Om.
Hidup ini kalau hanya memakai otak kiri terus memang jadi kurang berwarna.
Sekali-kali kita pakai otak kanan dan kiri secara seimbang ya Om.
Salam sehati
SukaSuka
Reblogged this on Labschool Jakarta.
SukaSuka