Kejujuran itu mahal harganya

EkoShp dalam kartun

Ini nostalgia ketika pertama kali jadi pegawai. Bulan Syawwal 1409 tahun H atau tahun 1989 M aku ditantang untuk membuktikan bahwa kejujuran itu mahal harganya. Perlu keberanian besar untuk jujur dan perlu pengorbanan besar kalau memang hasil kejujuran itu adalah sebuah biaya yang besar atau mahal.

Peristiwa diawali dari tidak pulangnya aku ke Jogja dan bersama teman-teman pergi ke sebuah pulau dan menghabiskan liburan lebaran di pulau itu. Tentu aku  sebenarnya ingin pulang ke Jogja, tapi duitku tidak mencukupi untuk biaya pulang, sehingga akhirnya aku terima menjadi sopir dan membawa teman-teman baruku yang begitu hangat menemaniku berlibur di sebuah pulau. Menjadi sopir adalah pilihan yang pas kala itu. Disamping aku merupakan orang yang paling mahir membawa mobil, aku juga yang dianggap bisa meminjam mobil dari temanku yang lain yang pulang lebaran ke kota asalnya.

Jadilah aku pinjam mobil temanku dan berangkat bersama beberapa orang teman baruku. Urusan BBM dan akomodasi di pulau itu sudah ditangani oleh teman-temanku, sehingga aku hanya berbekal baju saja ikut acara itu. Pulau yang tadinya hanya ada dalam mimpi akhirnya bisa kuinjak dan yang lebih membuat aku keheranan adalah sepanjang perjalanan banyak yang memberi hormat padaku. Bahkan beberapa kali parkir tidak pernah membayar.

Selidik punya selidik, ternyata mobil yang kupakai persis benar dengan mobil walikota. Yang beda hanya angka pada plat nomor, selain angka maka semuanya sama persis. Hanya ada satu mobil seperti yang kunaiki, karena mobil yang sejenis biasanya warna cat bodinya beda dan begitu juga warna dasar plat nomernya tidak merah. Sementara mobil yang kunaiki benar-benar mirip dengan mobil walikota termasuk plat mobilnya yang berdasar merah.

Selama beberapa hari kita berkeliling di sepanjang sudut pulau. Mandi air hangat dari mata air yang berbau belerang, dan menelusuri semua pantai yang ada. Akhirnya hari libur selesai dan kitapun kembali menyeberang dalam suasana yang ceria meskipun capeknya lumayan juga. Jalanan yang masih sepi membuat aku memacu mobil dengan cukup kencang tanpa memperdulikan cuaca yang makin lama makin mendung. Hujan akhirnya trurun dan semakin lama semakin deras, tetapi aku tetap saja melarikan mobil agar segera sampai ke rumah.

Ketika kota sudah semakin dekat, jalanan yang tetap sepi dan hujan mulai reda, maka kecepatan mobil semakin kencang saja rasanya. Ketika kulihat ada sebuah mobil melaju tidak terlalu cepat tetapi mengambil lajur tengah jalan, maka akupun memberanikan diri menyalip dari sisi kanan sehingga mobilku sudah ada di jalur pengguna jalan yang lain.

Kuinjak pedal gas dan segera menyalip mobil di depanku, setelah melewati mobil di depanku, akupun mulai mengarahkan mobil ke kiri. Ternyata mobil selip dan malah berputar meskipun arahnya tetap ke depan. Akhirnya mobil berhenti berputar dan berjalan mundur.

Mobil baru berhenti ketika masuk parit dan menabrak tiang listrik.

Para pengguna jalan yang tadinya sepi mendadak jadi ramai. Mereka memperlambat laju mobil untuk melihat posisi mobilku yang nyungsep di parit. Gara-gara melihat mobil dan tidak melihat lalu lintas, beberapa kali terjadi tabrakan ringan di lokasi mobil masuk parit. Dasar orang kita memang suka nonton kecelakaan dan membuat jalan jadi macet.

Saat temanku datang dari kampungnya untuk bekerja lagi, maka akupun menemui temanku dengan menyodorkan tangan penuh harapan maaf karena telah merusakkan mobilnya. Itu mungkin ungkapan halal bi halal yang paling tulus yang pernah kulakukan. Bayangkan saja tidak punya uang untuk memperbaiki mobil masih harus menanggung malu kalau dimarahi.

Aku sudah siap untuk membayar biaya perbaikan mobil itu meskipun mungkin harus dengan cara mengangsur. Aku harus berani jujur, meskipun akibatnya bisa tidak gajian beberapa bulan.

“Pak Eko, mobilnya sekarang dimana>”

“Di mess kantor pak”

“Ya sudah, masukkan saja ke bengkel, nanti biar diurusi sama sopir. Ayuk kita nikmati sisa liburan lebaran ini”

“Ya pak, Nanti saya ganti biaya perbaikannya”

“Ndak usah, Biar nanti diurus semua sama sopir. Nggak papa. Bisa untuk kenangan lebaran tahun 1989”

Alhamdulillah. Ternyata karena kejujuran, aku bisa terbebas dari biaya perbaikan mobil yang pasti mahal melihat kondisi mobilnya seperti itu. Aku sukses membuktikan bahwa Kejujuran itu mahal harganya ternyata salah. Mungkin kejujuran memang ada yang mahal, tetapi bagiku kejujuran ternyata malah gratis. Yang penting selalu berbaik sangka pada siapapun dan apapun yang menimpa kita.

+++

Mantan Sopir off road

Mantan Sopir off road

3 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.