Preman Jogja

Pagi ini membaca kicauan mas Saptuari tentang kota Jogja. Itulah dukungan terhadap kerinduan akan Jogja yang berhati nyaman, sekaligus kekhawatiran akan adanya preman Jogja dari luar Jogja.
Aku mendukung yg bikin tulisan ini.. 😉 ff @herry_zudianto @hanafirais @ridlwanjogja @masbutet >>> pic.twitter.com/w2g81emzyO
Memangnya Jogja sekarang tidak aman? Bukanya Jogja masih berhati nyaman? Jalanan masih seperti biasa, lebih macet memang dibanding dulu, tapi masih tetap dapat dinikmati. Lalu dari mana muncul ucapan #RinduJogjaNyaman yang didukung mas Saptuari dan beberapa pemilik akun twitter yang lain? Darimana muncul ketakutan akan preman Jogja?
Kenapa malah muncul tulisan “Ga’ usah ke Jogja kalau cuma bikin RUSUH ?” Bukannya penduduk Jogja adalah masyarakat yang cinta akan tamu, mempersilahkan para tamu menikmati semua sudut kota Jogja, akrab dengan tamu darimanapun mereka berasal? Bahkan mantan Walikota Jogja pak Herry, menganggap siapapun orangnya, lahir dimanapun, kalau dia mencintai kota Jogja, maka dia adalah orang Jogja”
Itulah semangat Jogja, semangat kebersamaan, semangat guyub rukun, semangat untuk berbuat yang lebih baik, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Masih segar dalam ingatan kita, ketika beberapa tahun lalu di KM 0, di depan kantor pos, warga pendatang dari luar kota Jogja, bahkan luar pulau, termasuk saudara-saudara kita dari NTT, Papua, Sulawesi, Sumatra dan lain-lain bersama-sama mendukung Sri SUltan untuk tetap mempertahankan keistimewaan kota Jogjakarta. Mereka bernyanyi-nyanyi lagu daerah mereka masing-masing untuk mendukung keistimewaan kota Jogja.
Tiba-tiba aku ingat sebuah pembicaraan yang kurekam dalam otakku, saat seorang bapak sedang diskusi dengan anaknya.
“Pak, preman itu apa sih?”
“Hmm apa ya? Pokoknya orang yang suka memeras deh”
“Maksudnya yang suka minta uang di pasar atau di terminal ya pak?”
“Ya mereka termasuk preman. Pokoknya Preman itu identik dengan dunia kriminal dan kekerasan karena memang kegiatan preman tidak lepas dari kedua hal tersebut”
“Kalau yang naik motor, nggak pakai helm, gak pakai alas kaki dan suka melanggar lalu lintas, itu preman bukan pak?”
“Wah kalau itu anak nakal nak”
“Kok mereka tidak ditangkap polisi ya pak? Kan mereka melanggar aturan?”
“Ah mana ada polisi yang takut menangkap orang seperti itu?”
“Kata temanku ada pak, aku juga pernah lihat orang seperti itu, wajahnya sangar, jadi polisi mungkin takut sama orang seperti itu”
“Polisi mana takut menghadapi orang seperti itu, tinggal disemprit, ditilang dan mereka bayar denda karena melanggar peraturan”
“Kayaknya mereka preman pak, jadi polisi takut”
“…….?%$&@?”
Percakapan itu tidak persis seperti itu, tetapi kira-kira intinya seperti itu. Beberapa hari setelah percakapan itu, aku melihat seorang pengendara motor berboncengan tiga mirip dengan yang diceritakan anak itu lewat di depanku. Mereka salah jalan dan dengan tenangnya melaju melawan arus.
Jangan-jangan ini preman yang ditakutkan dalam kicauan di twitter itu ya? Inikah preman versi baru di Jogja? Wajah seram, bergoncengan tiga, naik motor tanpa memakai alas kaki dan dengan tenangnya melaju di jalan kota Jogja?
Semoga tidak banyak orang seperti yang kulihat ini, dan mereka segera sadar bahwa Jogja adalah kota yang ramah terhadap siapa saja. Jogja berhati nyaman adalah sesuatu yang harus kita pertahankan bersama. Sudah bukan masanya lagi ada premanisme di Jogja. Mari kita jaga ketentraman kota ini, kita selesaikan semua masalah secara damai. Seperti penyelesaian masalah sampah di pasar Sleman. Semua sampah buah busuk berton-ton, tiap hari, diubah menjadi energi listrik.
Preman selama ini dikenal sebagai sampah masyarakat, tetapi sampah di Jogja diubah menjadi energi biogas. Semoga preman di Jogja juga bisa diubah menjadi penjaga ketentraman kota Jogja. Semoga tak ada lagi preman Jogja di Jogja atau dimanapun. Insya Allah. Amin.
Salam sehati.
+++
Sumber gambar : Kicauan twitter
Ping-balik: Jape Methe
kalo kejogja cuma bikin rusuh jangan kejogja lo hotel murah di jogja
SukaSuka
bisnis hotel ya ?
🙂
SukaSuka
hajar mas bro premannya
SukaSuka
Semoga preman pada sadar dan ikut membangun negara ini.
Amiin.
SukaSuka
At last, soonmee who comes to the heart of it all
SukaSuka
saya orang Jogja dan hmmm… sepengetahuan saya preman muncul karena dilatari oleh ketiadaan lapangan kerja yang sesuai dan solusi untuk “melenyapkan” preman adalah dengan mengedukasi mereka dgn dosis yg lumayan tinggi (cuci otak .red).
Kalau di Jogja, biasanya preman terkonsentrasi di wilayah tertentu dan polisi sudah paham dengan zonasisasi preman di Jogja hanya ya mungkin krn rentan memicu konflik, polisi menjadi tidak tegas dalam menindak mereka.
SukaSuka
makasih artikel nya sangat bermanfaat dan salam sukses…
SukaSuka
aku juga sepakat! jangan ke Jogja kalau cuma bikin rusuh. heehe
SukaSuka
dan jangan ke Ngalam kalau mau bikin RUSUH saja
hehehe…
malah remek premannya kalau ketemu sama kera ngalam !:-)
salam sehati
SukaSuka