Cerpen : Kehangatan Cintaku 2

Cerpen ini sebagai lanjutan dari cerpen : Kehangatan Cintaku 1 Sebaiknya baca yang seri 1 baru baca yang ini.
+++
Suara riuh rendah dari luar wisma membuat aku dan Raini menghentikan pembicaraan. Seperti yang kuterka, mereka adalah rombongan dari Surabaya yang baru pulang dari jalan-jalan. Mereka langsung memenuhi ruangan di depan resepsionis, sehingga ruangan itu jadi riuh rendah.
“Raini sudah jadi ke Malioboro kan?”, kata Alam sambil mendekati Raini dan menyerahkan sebungkus gorengan. Raini menerima bungkusan itu sambil memasang wajah merengut. Aku jadi geli melihat wajah Raini yang berubah total. tadinya ceria penuh pesona sekarang tiba-tiba jadi lucu dan bikin tertawa yang melihatnya. Mulutnya yang cemberut benar-benar membuatku tertawa tertahan.
“Asrul sama Dewi tuh bikin masalah, jadi semua berantakan deh. Bilangin Dewi dong mas Alam, jangan kolokan gitu”
“Waduh bidadari ngambeg nih. Oke deh, nanti aku bilangin dia. Jangan lupa jam 20.00 kita harus sudah di Gelanggang Mahasiswa UGM. Aku tak mandi dulu”, sambil menjawab Alam berlalu menuju kamarnya, meninggalkan kita berdua lagi di lobby wisma ini.
“Mas Eko mau gorengan?”
Aku sebenarnya sedang tidak suka gorengan, lebih suka yang rebus-rebus, tapi apa salahnya makan berdua dengan cewek cantik, biarpun yang dimakan adalah makanan yang bukan favoritku.
“Suka, aku suka “, jawabku sambil mencomot sepotong pisang goreng.
Kamipun tenggelam dalam pembicaraan yang hangat. Aku ikuti semua arah pembicaraannya dan sesekali menyelanya kalau aku merasa ada yang perlu kuluruskan. Tidak sia-sia aku mampir ke wisma ini. Aku merasa cocok mendengarkan apa yang dia sampaikan. Kitapun tertawa bersama dan kadang sama-sama berpikir keras ketika membahas sesuatu yang pelik.
“Wah gorengannya habis mas. Cari di depan wisma ada enggak?”
“Oh ada tuh, Aku yang nraktir ya?”, kataku sok punya banyak duit. Kuhitung uangku memang cukup kalau hanya sekedar minum susu segar dan roti bakar di seberang wisma.
“Hehehehe… bener mau nraktir? Yang enak dan yang mahal ya? Hahahaha….”
Kami tergelak bersama dan segera keluar dari wisma. Menyeberang jalan yang tidak begitu ramai, kita memasuki warung tenda dengan tulisan besar-besar di penutupnya “SUSU SEGAR BOYOLALI“. Inilah warung langgananku sejak SMA. Murah meriah dan sudah memadai untuk pengganti makan malam.
Obrolan berlanjut kesana kemari tanpa arah tujuan yang jelas, tahu-tahu muncul Alam bersama rombongannya. Kulihat Sastro ada di antara mereka dan segera kuserahkan camera padanya. Merekapun berlalu menuju kendaraan yang sudah menunggu dan meluncur ke Gelanggang Mahasiswa UGM.
Pelan kukayuh sepedaku menuju Gelanggang Mahasiswa dan bergabung bersama mereka berdiskusi dengan teman-teman dari teater Jogja. Selama diskusi, aku lebih sering memakai Camera Sastro dengan menggunakan film Raini. Maklum Sastro gagal mendapat film, atau bisa jadi itu alasan saja, karena aku tahu ini bukan camera Sastro tapi camera inventaris kantor. Tanpa sungkan kuhabiskan film Raini dan sebagian besar isinya foto Raini yang kuambil dengan memanfaatkan lensa tele yang cukup lumayan panjang.

Gelanggang Mahasiswa UGM
+++
Sebulan berlalu dan malam ini kuhabiskan waktuku di kamar gelap untuk mencetak pas foto dari beberapa pelanggan, sampai akhirnya aku menemukan kembali rol film Raini yang rupanya tersembunyi di tas pinggangku.
“Masih muda kok pikun gini aku ya?”
Selesai mencetak semua foto akupun pergi ke jalan Solo untuk mencetak film yang telah lama hilang ini. Beberapa hari kemudian foto-foto itupun jadilah, kebetulan aku pas banyak uang sehingga semua foto kucetak ukuran postcard. Beberapa foto teman-teman di Gelanggang kusimpan dan foto Raini akhirnya kukirimkan saja ke Raini daripada membuat hatiku serasa mengawang-awang memikirkan dia.
Selembar puisi kuikutkan dalam surat pada Raini. Kubacakan dulu puisi itu di depan Sastro sebelum kukirim.
“Gendeng kamu Ko”, komentar Sastro membaca puisiku yang terlalu penuh dengan ungkapan cinta tak terbalas.
Tak dinyana, beberapa hari kemudian aku menerima surat balasan dari raini. Halah!
Maksudku membuang semua kenangan tentang Raini yang terjadi justru kenangan itu makin membakarku. Seperti dituntun sebuah kekuatan (cinta?), akupun membalas semua surat Raini dan karena begitu bersemangat dalam menulis, kadang kita saling bingung dengan isi surat masing-masing. Jaman itu kantor pos kadang nakal karena surat yang dibuat kemudian ternyata justru datang duluan.
“Mas Eko, mulai sekarang surat kita beri nomor yuk, biar urut mbacanya”, usul Raini di salah satu suratnya. Akupun menyetujuinya dan sejak itu surat-surat kita selalu ada nomornya. Salah satu surat yang membuat aku tertawa ngakak adalah ketika Raini bercerita tentang susu segar di depan wisma.
“Mas, Aku itu tidak pernah minum susu lho tiap malam. Aku selalu menghindari minum susu karena tidak suka, baik dengan aromanya maupun dengan rasanya, tapi kenapa dulu aku nurut saja ya diajak minum susu segar?”
+++
Gadjah Mada Fair adalah ajang para mahasiswa kumpul-kumpul, kebetulan acaranya berdekatan dengan acara Dies Teknik Sipil tempatku kuliah. Akupun ikut mengisi acara di kedua event besar itu. Tak diduga tak dinyana, tiba-tiba kuterima sebuah surat dari Raini bahwa di tanggal itu dia ada di Jogja dan akan nonton Gadjah Mada Fair. Kebetulan salah satu kamar di tempat kost saudaranya ada yang kosong sehingga dia tidak perlu sewa wisma atau hotel.
Akupun terpaksa memakai sepeda motor ayahku untuk menjemputnya. Ini sepeda motor yang unik, karena bodinya adalah Honda Bebek 90cc tetapi mesinnya memakai Honda S90. Rem kanan kujadikan kopling, sehingga hanya keluargaku saja yang bisa memakai sepeda motor ini tanpa masalah.
Malam itupun aku sukses membawa seorang gadis cantik dalam acara Gadjah Mada Fair. Celakanya saking senengnya menggandeng cewek cantik, ketika di panggung memegang gitar listrik aku lupa memasang colokan kabel suara gitarku ke amplifier. Untungnya penonton mengira adegan itu adalah adegan yang disengaja, sehingga justru mereka bertepuk tangan untuk adegan kecelakaan tak disengaja itu. Kebetulan band saat aku manggung, yang merupakan gabungan dari Fakultas Hukum, Kedokteran dan Teknik membawakan lagu-lagu rock Indonesia, sehingga sambutan untuk band ecek-ecek ini benar-benar meriah. Inilah satu-satunya penampil yang ketika Band lainnya membawakan lagu rock barat, memilih membawakan lagu rock Indonesia.
Malam itupun menjadi malam yang paling manis dalam hidupku.

Kagama Night : Dadang masih seperti yang dulu
+++
Bersambung ke Cerpen : Kehangatan Cintaku 3
Ping-balik: Cerpen : Kehangatan Cintaku (3) | Eshape Blogger Jogja
Ping-balik: Cerpen : Kehangatan Cintaku (1) | Eshape Blogger Jogja