Gowes dalam debu

Karena tidak ingin “Gowes dalam debu”, maka mas Joko Sumiyanto mengumumkan bahwa acara gowes ke Turgo Kaliurang pada hari Sabtu, 15 Pebruari 2014 dibatalkan. Pada FB beliau tertulis sebagai berikut :
“Dear goweser, karena hujan debu dan untuk antisipasi kondisi maka gowes Tour D Turgo sabtu 15 Februari, ditunda sampai kondisi bersih. Tim”
Ternyata respon teman beragam, beberapa orang tetap gowes, beberapa lainnya hanya “LIKE” status itu dan ada yang mengabaikan status itu dengan melakukan kegiatan lainnya.
“Condroyono Hardjaningrat Lho kepiye to ? Tiwas wis siap siap je , debune dikon alihan arep nggo gowes”
“Kang YAyan mas joksum masa kalah sama debu sih… hehehe”
“Kang Tri Lakone Wooke masih banyak waktu…”
“Prijoewo Guntoro Goowess ya gak apa2 koq mas Eko, pake masker …cuma ganti ban yang cocok u abu gunung …”
“Hendro Wartatmo Turun dari pakem pk 7.30

Jiaaan debune ualus tenan, masuk tanpa permisi ….”

Mosso sarapan di Kraton
Menikmati suasana Jogja yang berdebu memang membuat kita jadi makin yakin akan kebesaranNYA. DIA Maha mengatur semua ini. Hanya debu yang dia berikan di Jogja, tapi sudah cukup mengingatkan kita betapa di dekat Gunung Kelud, saudara, teman, sahabat kita sedang kesusahan menerima akibat letusan Gunung Kelud.
Menit demi menit beberapa stasiun TV menceritakan kondisi mereka yang ada di pengungsian. Meski bantuan terus mengalir, tetapi beberapa lokasi terlihat masih belum terjangkau oleh bantuan dari instansi resmi. Aku jadi ingat mas Kika dan mas Saptuari yang selalu langsung terjun ke lokasi bencana, menyisir lokasi-lokasi yang belum tersentuh oleh instansi resmi pemerintah.
Sampai saat ini mas Saptuari masih mengalokasikan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan kemanusiaan yang menguras tenaga dan pikiran. Salut untuk mas Saptuari dan kelompoknya yang tak kenal lelah melakukan berbagai usaha kemanusiaan.
Aku sendiri hanya bisa menyaksikan betapa rukunnya masyarakat Jogja dalam membersihkan kampung masing-masing. Beberapa gang ditutup sementara untuk lalu lintas, karena sedang dilakukan pembersihan dengan berbagai cara mereka masing-masing.
Jalan Wijilan yang tertutup debu tebal sudah terlihat bersih, karena semua warung gudeg di sepanjang jalan itu mengerahkan pegawainya untuk melakukan pembersihan di depan warung masing-masing. Merekapun sudah mulai berjualan gudeg khas Jogja ini. Masih banyak tempat yang belum berjualan dan masih banyak teman yang masih belum makan sejak kemarin karena pekatnya debu di Jogja.
Suasana di Kampus Jogja juga terlihat penuh dengan kegiatan bersih-bersih. Beberapa kampus mengerahkan tenaga kebersihan plus mahasiswa masing-masing, sementara di UGM hari ini hanya mengerahkan pasukan kebersihan masing-masing dan baru pada hari Senin akan mulai mengajak para mahasiswanya untuk bersih-bersih kampus.

Debu di Kampus Biru (Foto Pak BWS)
Debu dikumpulkan dalam kantong-kantong dan kemudian dibuang pada tempat yang semestinya. Dijaga supaya debu jangan masuk dalam saluran air/gorong-gorong/parit agar saluran air tetap berfungsi dengan baik saat hujan datang.
Ketika siang hari hujan datang (sebentar), kicauan di akun twitter saling bersahutan mengomentari turunnya hujan yang cukup mendebarkan. Maklum hujan di siang itu diselingi dengan angin berputar dan jarak pandang di dekat tugu hanya 5-10 m saja. Saat menerobos hujan, aku seperti masuk di dimensi lain, seolah-olah dari dimensi terang benderang masuk ke dimensi gelap gulita.
Banyak status teman-teman di FB yang bersyukur ada hujan di siang hari. Sedikit mengurangi mereka untuk membasahi debu yang ada di pekarangan masing-masing.
Gowes dalam debu ini semoga tidak terjadi lagi. Rambut jadi seperti sapu ijuk karena tersaput debu yang sangat halus. Meskipun pagi tadi sudah kramas, pakai peralatan sepeda lengkap, tetap saja badan jadi putih termasuk rambut yang dilindungi helm.

Pembersihan Debu di Kampus (Foto pak BWS)
pasti seru tuh mas, kalo gowes sambil kasih bantuan di gunung kelud. hehe
SukaSuka