Monolog Cewek Bahasa Jawa


Monolog Cewek Bahasa Jawa masih terasa asing di telinga, bahkan monolog cowok berbahasa Jawapun masih terasa asing. Namun kalau untuk monolog berbahasa Indonesia campur Jawa dan campur-campur yang lain, maka mas Butetlah yang akan muncul kalau dicari di internet. Beliau memang maestro monolog di Indonesia, disamping pelaku monolog lainnya. Butet memang salah satu aktor monolog yang sukses di panggung, di layar kaca maupun di pentas kehidupan. Tawanya yang khas membuat wajahnya selalu terpampang di berbagai macam gambar kehidupan.

Butet dengan ketawa khasnya

Butet dengan ketawa khasnya

Pentas monolog cewek bahasa Jawa ini menjadi makin unik, karena dilakukan di panggung rakyat Taman Kuliner Condongcatur. Para penikmat seni di Jogja akan lebih merasa “nJawani” ketika harus menonton pertunjukan tanpa sekat yang namanya gedung pertunjukan. Mereka bisa bersatu dengan alam sambil menikmati sajian monolog di panggung terbuka. Gati Andoko yang sudah malang melintang di dunia Teater rupanya sangat terobsesi dengan dunia teater Bahasa Jawa versi modern. Diapun menuliskan sebuah naskah khusus untuk pementasan ini. Bukan naskah berbahasa Jawa ala pertunjukan wayang atau ketoprak, tapi bahasa Jawa yang umum dijumpai di pergaulan. Bukan bahasa Jawa yang berlapis-lapis tingkatnya, tetapi bahasa Jawa yang lebih nyaman di kehidupan. Beberapa waktu lalu di Tembi, Gati Andoko pernah diwawancarai wartawan yang menanyakan tentang bahasa Jawa versinya yang terdengar tidak “kromo inggil” dan bahkan kadang muncul pisuhan di beberapa adegan. “Bukankah itu tidak sesuai dengan budaya Jawa yang adiluhung?”, kira-kira begitulah pemikiran sang wartawan. Bahasa Jawa di dunia Gati Andoko memang bukan bahasa sastra Jawa yang sering dipahami oelh awam, tapi adalah bahasa Jawa yang membumi dan memang itulah yang ada di masyarakat. Masyarakat Surabaya atau juga masyarakat dimanapun bisa mengucapkan sebuah makian yang membuat tertawa pendengarnya, tapi bisa juga menimbulkan kemarahan dari pendengarnya. Kata “Jancuk”, “Bajingan” atau “Asu” bukan sesuatu yang baru dan bukan sesuatu yang membuat merah pendengarnya dalam kehidupan nyata, bukan pula sesuatu yang tabu diucapkan. Kata itu bisa meluncur dengan kemarahan berapi-api atau bisa juga muncul dalam derai tawa dan tepukan di bahu diselingi senyum lebar pelakunya. Mereka larut dalam kata-kata “tabu” itu dengan penuh ceria dan penuh persahabatan padahal di masyarakat umum, kata itu kadang tabu diucapkan. Dinas Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melihat potensi masyarakat seni di Jogja rupanya berniat mementaskan karya Gati Andoko berupa monolog cewek bahasa Jawa ini dalam sebuah agenda kegiatan tahunannya. Harapan mereka tentu makin munculnya gelora seni di kalangan seniman Jogja, utamanya wanita yang sampai saat ini masih perlu ditingkatkan kontribusi keseniannya.

Yeni Eshape dari Teater WN

Yeni Eshape dari Teater WN

Teater Wanito ngunandiko (We-En) yang diprakarsai oleh Yeni Eshape dan teman-teman seniman lainnya rupanya dipilih Gati sebagai penyampai pesannya di dunia seni monolog. Ini memang bukan monolog biasa yang sering menjadi tayangan dimanapun pentas seni ditayangkan. mas “Bhe” selaku produser pentas ini membuat karya berkelas ini menjadi tontonan tak berbayar. Nyawa pentas ini jadi mirip dengan pentas “Kali” dari mas Bambang NK di Cangkringan. Bukan mencari sesuatu untuk kehidupan para pemrakarsa seni panggung, tetapi bersama menciptakan suasana seni kehidupan yang bisa saling mengisi hati pelakon seni maupun penikmat seni. “Ini pentas gratis, tanpa dipungut biaya. Tujuan pentas ini diadakan gratis dan dilakukan langsung di depan masyarakat Sleman adalah untuk memancing masyarakat Jogja lainnya yang ada di Bantul, Wates atau Wonosari untuk memunculkan artis wanita yang bisa berbicara tentang seni di kehidupan”, ucap mas “Bhe” sang produser acara. Angin malam akan menemani para penonton di panggung Taman Kuliner Condongcatur pada hari Minggu, 28 September 2014 jam 19:00 wib. Yeni Eshape akan tampil di depan mereka membawakan Monolog berjudul “TAYU”. Tidak perlu dibandingkan dengan Butet sang maestro Monolog Jogja, tapi bisa dicatat sebagai bentuk monolog yang lain dari Jogja. Selamat pentas dan selamat menikmati pentas Monolog Cewek Bahasa Jawa dari karya Gati Andoko. Semoga ada yang berdesir dalam dada kita, apapun makna desir itu.

"TAYU" pentas Monolog Jawa dari Yeni Eshape

“TAYU” pentas Monolog Jawa dari Yeni Eshape

5 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.