Kuliner Solo

Soto gading

Kuliner Solo siapa sih tidak tahu? Hampir sebagian besar wisatawan, dari manapun, sangat mengenal kuliner Solo. Mulai dari nasi Liwet, Timlo, Tengkleng, Gudeg Ceker dan masih banyak lagi, semuanya sangat dikenal di luar kota Solo. Lalu apakah enak mampir di Solo sehari dan ingin mencoba semua kuliner itu?

Jawabnya pasti kekurangan hari. Perlu beberapa malam untuk menyelesaikan semua menu kuliner di Solo itu. Masalahnya waktu berkunjung ke Solo sudah sulit diperpanjang lagi, sehingga menu itu harus mulai diurutkan dari yang paling enak sampai ke yang paling tidak enak.

Mudahkan membuat skala prioritas ini ? Mudahkan mencari menu yang paling enak atau yang paling tidak enak?

Hanya Tuhan yang tahu betapa sulitnya membuat skala prioritas untuk kuliner di Solo. Semua menu terasa enak dan semuanya punya khas masing-masing. Akhirnya kuputuskan untuk mengurutkan prioritas dari warung yang paling lama tidak kukunjungi. Jadi menu Gudeg ceker langsung harus dicoret, karena baru beberapa bulan lalu aku menikmati gudeg ceker bersama mantan bintang bulu Tangkis Indonesia, Icuk Sugiarto. Dari sisi yang lain, menu Gudeg Ceker ini sebenarnya termasuk sangat favorit karena empuknya dan cita rasanya, tapi dengan berat hati harus kucoret.

Menu Tengkleng Mbak Diah juga langsung kucoret, karena ini adalah warung yang paling sering kudatangi, demikian juga nasib nasi liwet Wongso Lemu langsung dicoret dari daftar. Beberapa bulan lalu aku juga gowes malam (nite riding) dan ditutup dengan nyinden di Wongso Lemu.

Pagi hari sesampai di Solo, kita langsung bertemu untuk membahas menu makan siang dan makan malam. Semuanya sepakat makan siang di tempat yang bisa menemui sebagian besar menu di atas, malamnya baru menuju ke Gudeg Ceker 24 jam, bukan gudeg ceker setelah jam 24.

Gudeg Ceker setelah jam 24 memang top markotop, tapi rasanya kemalaman untuk bisa bangun pagi dan gowes besok paginya. Lalu muncul ide baru. Untuk supaya kuliner menjadi lebih nikmat, maka sebaiknya sebelum makan diadakan lagi sekedar sepedaan, sehingga saat sampai di lokasi kuliner perut dalam kondisi siap diberi apa saja. Dengan demikian, menu gudeg ceker setelah jam 24 menjadi semakin dicoret.

Kuliner Wongso Lemu

Kuliner Wongso Lemu

Jadi ingat nostalgia beberapa bulan lalu yang kelaparan malam-malam setelah sepedaan malam dan menghabiskan banyak model kuliner di Wongso Lemu. Mulai dari nasi liwet, minuman angsle, jajanan pasar sampai es puter. Semuanya licin tandas karena lapar dan karena menunggu antrian yang membuat perut terasa makin melilit.

Rencana yang sudah disusun rapi ini ternyata meleset. Salah satu kawanku sambil bergumam sempat bertanya,”Wongso Lemu itu warung apaan? Katanya enak ya?”

Kita semua langsung tertawa bergelak.

“Malam ini semua kuliner dicoret, kita menuju ke Wongso Lemu saja. Ada kawan kita yang belum pernah merasakan nikmatnya nasi liwet Wongso Lemu nih…”

Suasana malam di Wongso Lemu saat ini rupanya lebih tertib, lalu lintas lebih sepi dan pengamen ada tambahan sedikit, tapi pengamen langganan yang mengamen sambil berkendang dan berkebaya tetap ada di lokasi. Ketika dia mendekatiku sambil menyorongkan tempat sedekah, akupun menolaknya.

Sampeyan lenggah mawon, mangke bar nyinden monggo nek bade ngider
(Mbakyu duduk saja, kalau sudah nyanyi nanti silahkan mengedarkan kotaknya)

Mbakyu sinden rupanya mafhum dan duduk manis di samping kawanku dan mulai mengumandangkan suara emasnya. Lagu “Caping Gunung” disusul lagu-lagu lainnya terus mengalir sambil mengawani kita makan nasi liwet. Malampun menjadi terasa makin indah dalam hening malam ditimpali suara siter dan kendang.

Sepedaan di Alun alun Solo

Sepedaan di Alun alun Solo

Pagi hari sesudah selesai subuhan, kitapun bergerak lagi. Sekedar keliling kota sebelum akhirnya mampir di Soto Gading dan narsis di Alun-Alun Solo. Tanpa bersepeda, soto gading sudah terasa nikamt, apalagi ketika didahului dengan acara gowes, semua masakan jadi berlipat nikmatnya.

Soto gading baru buka

Soto gading baru buka

Acara siangnya kembali ke Jakarta, namun mampir dulu di Tengkleng mbak Diah. Kuliner ini sebenarnya sudah kita coret, tapi ada pesanan khusus untuk membawakan bungkusan Tengkleng mbak Diah, jadi sekalian saja kita makan siang disini. Risikonya harus dobagasikan, karena kalau diletakkan di bagasi cabin, maka saat diturunkan dari bagasi akan dilirik oleh sesama penumpang yang lain. Aromanya itu yang bikin semakin lapar.

Kapan ke Solo lagi ya? Mau mampir di rumah mas @Blontank ahli teh dari Solo. Kalau ahli teh dari Bogor kan mas Bambang lare Solo. Alumni UGM yang menikah dengan alumni NU (Non UGM).

Soto gading

Soto gading

+++

Kalau kuliner Jogja, silahkan klik di tautan ini.

3 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.