Runner dan Goweser kota

Seperti lazimnya bulan syawwal, maka harus ada peningkatan dibanding kegiatan bulan sebelumnya, Bagi goweser, tentu saja yang dimaksud peningkatan adalah gowesnya meningkat. Jadi dalam rangka Gowes Syawalan, harus ada peningkatan yang harus kita catat, sebagai hasil berpuasa sebulan lamanya.

Yang kulihat sangat meningkat adalah beberapa kenalan dan temanku dibanding aku. Mereka lebih rutin gowes dan sarapannya GF 100 km, atau paling tidak di angka-angka hampir 3 digit. Bahkan gowesnya tetap stabil di angka sekitar itu pada bulan puasa. Beberapa dari mereka kukenal tetap berpuasa dan wajahnya terlihat biasa saja ketika kutemui dalam salah satu sholatku di masjid.

Begitu selesai bertandang ke rumah handai taulan dan sesepuh trah, akupun mulai Gowes Syawalan menuju warung ijo Pakem. Beberapa peningkatan yang kucatat dalam Gowes Syawalan kali ini adalah :

1. Lebih sering berhenti.
2. Lebih deras mengucur (keringatnya)
3. Melaju lebih kencang dengan sepeda balap
4. Menikmati jalan baru

Lebih sering berhenti.

Dulu saat awal aku gowes ke Warijo, biasanya aku mampir di minimarket yang mini banget di km 12, dekat dengan sekolah SD, aku ambil sebotol minuman isotonik dan kemudian lanjut lagi, pelan-pelan menuju Warijo. Kali ini di KM 14 aku berhenti di mini market dan menghabiskan sebotol minuman isotonik plus hampir sebungkus coklat. Sebenarnya aku sudah makan pisang saat berangkat, tapi aku perlu berhenti untuk mengatur nafas dulu.

Ada peningkatan kecepatan nafasku dibanding tahun lalu, sudah terasa ada yang berkejaran dalam irama nafasku. Aku baru lebih tenang ketika aku, selesai makan minum, mampir ke toiletnya. Kayuhan terasa lebih ringan setelah meninggalkan mini market itu.

Bersama pak BWS di Warijo

Lebih deras mengucur (keringatnya)

Terakhir aku Gowes ke Warijo bersama keluargaku dan saudara-sadaraku, tahun lalu, tidak banyak keringat yang keluar. Setelah minum dan makan pisang rebus barulah sang keringat mulai mengucur. Sudah sejak berhenti di mini market tadi, kertingatku sudah membanjir, mengucur deras tanpa tertahan lagi.

Semoga saja ini bukan pertanda penyakit jantung, karena kulihat pak Dokter Koen yang biasa gowes jarak jauh juga berkeringat ketika bertemu di Warijo. Memang menyenangkan kopdar dadakan di Warijo, tadinya tidak kenal akrab, tiba-tiba bisa menjadi akrab, apalagi kalau tadinya sudah akrab. Warijo memang sorganya kopdar Goweser di Jogja. Saat ini sudah ada Kopi Klothok di dekat Warijo dan nampaknya kalau harganya bersahabat bisa menjadi pilihan lain untuk kopdar goweser di daerah Pakem.

Melaju lebih kencang dengan sepeda balap

Biasanya aku sudah puas melaju dengan sepeda Polygon Heist 2013 dalam bergowes ria, tapi kali ini aku memakai Wilier yang sudah sering kuparkir. Dengan sepeda Wilier berbahan carbon, rasanya jarak jauh jadi mendakat, kayuhan tak perlu bertenaga sudah melesat jauh. Suara jangrik di roda juga, meski lembut, sangat menghiburku sebagai ganti bel sepeda di jalan menurun.

Kubayangkan kalau aku tetap memakai Heist, keringatku pasti jauh dari pada mengucur, sudah membanjiri seluruh tubuh.

Menikmati jalan baru

Berkali-kali ke Warijo dengan jalan yang itu-itu saja membuat aku ingin mencoba rute baru, Aku memilih mengikuti pak Dokter saja saat aku turun. Pengalaman ikut jalan baru waktu menanjak, tersesat di jalan yang membuat nafas tercekat. Banyaknya rute menanjak di arah Gunung Merapi membuat aku harus hati-hati. Kalau sampai ban bocor, aku tak tahu lagi dimana aku harus membawanya.

Mengikuti jalan desa, tapi menurun, artinya mendekati kota, jadi aku tidak perlu khawatir lagi dengan bahaya ban borot. Pengalaman Gowes Sukoharjo, 3x ban borot di tengah jalan. Untungnya salah satu peserta membawa serep ban dalam lengkap, sehingga saat ban borot dijadikan saat ngocol kesana-kemari. Musibah memang harus disikapi dengan canda dan tawa.

Banyak juga ya prestasiku di acara Gowes Syawalan kali ini. Tahun depan apa lagi ya prestasiku di bulan peningkatan ini.

Warijo lebaran bersama Jogja Gowes