Gowes Prambanan Borobudur

Acara gowes minggu ini cukup sibuk, mulai dari Rabu Rutin disusul kemudian Jumat berkah dan nanti ditutup dengan “Gowes Prambanan Borobudur”. Disamping acara itu, masih ada selipan acara gowes yang lain untuk membiasakan naik sepeda lipat, karena memang rencananya acara itu akan kuikuti dengan memakai sepeda lipat BF Kuning yang lama kusimpan saja di rumah orang.
Acara “Gowes Prambanan Borobudur” ini sebenarnya ikut acara dari GamaGo yang menggelar acara gowes dalam rangkaian Prambanan Jazz. Melihat lokasi start yang jauh dari lokasi penginapan masing-masing temanku, maka muncul ide untuk berangkat gowes dengan sedikit memotong jalan. Jadi start tidak dari Prambanan, tapi dari lokasi masing-masing dan kemudian dengan aplikasi “lacakin” made in UGM, rombonganku akan bisa mengetahui dimana harus mencegat rombongan. Aplikasi sederhana ini berjalan dengan baik di Android, tapi belum kulihat di iOS Apple, jadi para pemakai iPhone harus bersabar dulu.
Aplikasi ini sudah beberapa kali digunakan para peserta Gowes GamaGo dalam acara mereka. Yang terakhir kuikuti adalah acara Gowes Jogja-Kebumen,beberapa peserta kulihat berinteraksi berpatokan pada aplikasi “lacakin”.
Sebagai penggemar aplikasi Strava, terasa kalau rute ini jaraknya tidak sampai 115 km, artinya belum dapat badge GF (Granfondo). Beberapa pengguna aplikasi strava tergerak hatinya untuk menambah jarak gowes yang diperkirakan sekitar 50-60 km dengan memacu sepedanya kembali ke Jogja. Harapannya minimal tercapai 100 km, syukur-syukur bisa sampai 115 km, pas dapat GF Oktober.
Kalau kuperhatikan beberapa peserta dari Jakarta untuk mengikuti Gowes Prambanan Borobudur ini terdiri dari berbagai macam kasta, atau secara garis besar terdiri dari goweser yang terbiasa gowes GF dan yang belum pernah gowes lebih dari 115 km. Artinya rombongan akan terpisah menjadi dua bagian, regu cepat dan regu lambat.
Kalau sudah seperti ini, maka biasanya aku memilih ikut grup lambat saja. Menyemangati yang mungkin tercecer di jalan agar tetap semangat atau memberi penjelasan untuk “loading”, diangkut pakai kendaraan bermotor, daripada mengganggu kekompakan tim.
Di komunitas sepeda WSKT, goweser yang suka gowes di barisan belakang adalah “The Defender”. Beberapa orang anggota komunitasku merasa terbantu dengan kelompok “defender” ini, tapi bagi anggota “defender”, kadang pilihan gowes di belakang bisa menguntungkan bisa juga tidak.
Saat grup yang dikawal “defender” sampai di pos pemberhentian sementara, saat itu juga para goweser yang sudah istirahat langsung mengayuh sepedanya lagi, artinya tidak ada kesempatan bagi “defender” untuk menikmati snack di pos pemberhentian.
Untuk acara gowes kali ini, “Gowes Prambanan Borobudur”, kebanyakan peserta memilih tiket Bronze dan beberapa memilih Platinum atau Gold. Afgan memang sangat menarik bagi para pecinta musik Jazz, sehingga mereka memilih tiket Platinum agar bisa nonton sambil melepas penat sehabis mengayuh sepeda menjelajahi rute sejuk dari panitia.
Janji panitia memang akan memilih jalur yang tidak “crowded” oleh kendaraan bermotor, bernuansa pedesaan yang hijau segar, tanjakan dan turunan yang landai dan bisa untuk segala macam sepeda, artinya dipilih jalan aspal yang mulus.
Jogja memang kota sepeda, sorganya para goweser, baik dari Jogja maupun dari luar Jogja. Apapun rutenya pasti menarik dan penuh variasi. Ada ratusan rute untuk berbagai jenis sepeda dan rute “Gowes Prambanan Borobudur” ini cocok untuk segala sepeda utamanya sepeda jenis RB (Road Bike) maupun sepeda lipat.
Saatnya mencoba seli untuk para penggemar rute “gliyak-gliyak” di jalan raya aspal pedesaan.