Jalan atau Gowes

Biarpun "selaw" tetap dapat medali

Pagi menjelang siang kulihat sebuah majalah ada di mejaku. Sebuah majalah olah raga kiriman seorang teman dari Penang Malaysia. Banyak artikel menarik tentang olah raga dan tentang gadget pendamping olah raga jalan atau gowes, tapi justru yang membuatku agak lama berhenti membaca adalah forum pembaca bertanya dan redaksi menjawab. “Cycling is easier and more fun!”, jadi mau jalan atau gowes sudah terjawab di artikel itu.

Memang pertanyaan yang sulit dijawab adalah mengenai “mana lebih bagus antara jalan dan gowes?”. Para pecinta olah raga duatlon tentu akan menjawab kedua-duanya bagus, tapi kalau sudah disuruh memilih yang lebih baik, mereka juga akan kesulitan menjawabnya. Pada kasus pak Prof Munawar, anggota komunitas sepeda S3Gama, sangat gampang menjawabnya. Dokter hanya bilang,”lutut pak Munawar bisa kambuh cederanya kalau dipakai olah raga jalan, yang boleh hanya olah raga renang atau gowes!”. Dengan gampang Prof Munawar memilih olah raga gowes sebagai olah raga rutinnya. Seberat apapun rutenya, dengan semangat sehat yang tinggi, pasti dijalani sampai finish.

cycling-malaysia

cycling-malaysia

Pengasuh rubrik “how to health” majalah Cycling + edisi Malaysia, memberi solusi yang menurutku adil dan tidak memihak, meskipun dia lebih memilih gowes dibanding jalan.

Olah raga “Jalan atau Gowes” keduanya memerlukan persiapan pemanasan persendian dan otot, tapi harus diakui persiapan untuk pemanasan gowes lebih sederhana dibanding jalan. Impact olah raga jalan atau gowes untuk tulang, sendi dan otot memang berbeda. Olah raga jalan mempunyai impact yang lebih terasa bagi badan kita.

Sebenarnya kalau boleh tidak memihak dan yang kulakukan sampai saat ini, aku menggabungkan kedua olah raga ini dengan bersalang-seling. Kalau aku olah raga jalan, kucoba menu lari cepat sebelum finish sedangkan waktu olah raga gowes kulahap tanjakan dengan kecepatan maksimal. Keduanya membuat jantung berlatih, sehingga kalau keduanya dijalani dengan baik, akan membuat jantung kita tetap terjaga kesehatannya.

Akupun membagi hari-hariku dengan kegiatan olah raga jalan dan gowes secara bersalang-seling. Dalam seminggu yang kuutamakan adalah olah raga gowes, karena bagiku lebih mudah mengajak tubuh untuk melatih jantung dengan kayuhan di tanjakan dari pada lari dengan cepat di sepanjang jalan yang kulalui. Hari Rabu dan Jumat kupilih sebagai hari wajib bersepeda, itulah hari gowes rutinku yang kemudian ternyata sama dengan hari gowes rutin kawan-kawan komunitas gowes.

Hari Sabtu dan Minggu kupakai sebagai hari keluarga, jadi kalau anak atau istriku mengajak olah raga gowes pada hari itu, tentu tidak pernah kulewatkan. Dengan demikian cukup 2-3 hari dalam seminggu kuisi dengan gowes. Kalau sedang olah raga Gowes juga aku selalu “selaw”, tidak usah ngebut yang penting samapi, tetap sehat dan dapat medali!

Jalan kaki rutin di Taman Simanjuntak

Jalan kaki rutin di Taman Simanjuntak

Untuk olah raga jalan, kupilih hari-hari selain hari bersepeda, jadi bisa Senin-Selasa dan Kamis. Tinggal menunggu suasana hari dan hati yang cocok. Yang jelas olah raga harus menjadi pola hidupku, minimal 1/2 jam sehari dan 3 hari dalam seminggu.

Bagaimana cara mendapat latihan jantung jika kita merasa belum “pe de” (percaya diri) saat olah raga lari. Tidak nyaman rasanya kalau kita meninggalkan teman komunitas olah raga jalan dengan berlari sekencang-kencangnya. Kecuali kalau memang sudah disepakati dalam komunitas.

Biasanya aku memilih rute menanjak, sehingga meskipun berlari akan mempunyai kecepatan rendah tapi sudah cukup membuat jantung bekerja. Bila nafas sudah memburu, maka artinya jantung sudah bekerja. Rumus umum monitor heart rate adalah (220-umur kita) dikalikan 80%. Jadi kalau umurku 20 tahun, nilai heart rate yang aman adalah 160 beat per minute atau jantung berdenyut 160x dalam semenit.

Apa yang terjadi kalau pesepeda tiba-tiba tergeletak ketika mengayuh sepedanya ?

Bisa jadi denyut jantungnya sudah melampaui batas maksimalnya!

Marilah kita selalu monitor denyut jantung, terutama bagi yang sudah di atas 50 tahun. Denyut jantungnya sudah gampang terlampaui, apalagi ketika mulai menempuh rute tanjakan curam, padahal tanjakan itu bak hidangan terlezat yang pantang untuk ditinggalkan.

Biarpun "selaw" tetap dapat medali

Biarpun “selaw” tetap dapat medali

 

7 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.