Gowes setiap hari ?

Benarkah gowes setiap hari itu dilarang ?
Kalau kita mengacu pada pola olah raga yang sering disampaikan oleh para “senior” dalam masing-masing komunitas bersepeda atau komunitas olah raga lainnya, biasanya mereka tidak menyarankan satu macam olah raga yang dilakukan secara menerus, setiap hari selalu sama kegiatannya, tidak pernah menyelipkan variasi dalam berolah raga.
Dikenal apa yang disebut “fase jenuh”, sehingga olah raga jadi kurang “greget”, tidak ada “passion” lagi dalam berolah raga, semua jadi terasa sebagai kebiasaan yang rutin. Kenikmatan berolah raga berganti rupa menjadi kebiasaan tanpa gairah. Kalau dalam istilah perkawinan, hubungan jadi hambar karena kurang variasi, sudah menjadi kewajiban rutin.
Komunitasku mencoba mengatasi kejenuhan berolah raga dengan berbagai selingan, mulai dari berganti-ganti rute sepedaan sampai memasukkan olah raga jalan sebagai selingan. Seperti hubungan dua sejoli, kadang-kadang perlu sedikit dijauhkan kemudian didekatkan lagi untuk merasakan aura rindu.
Satpam yang tiap malam begadang, juga ada waktu libur begadang, demikian juga driver taxi yang setiap hari mengukur jalan, tetap ada waktu untuk libur. Variasi kegiatan memang penting untuk menjaga gairah, yang biasanya naik sepeda MTB (mountan bike), sekali-kali perlu dicoba untuk memacu model RB (road bike). Biasanya jalan aspal yang mulus, perlu diberi selingan jalan desa yang berlumpur.
Biasanya bersepeda perlu diberi selingan berenang atau jalan kaki. Perlu diselingi istirahat juga barang sehari, agar otot tubuh merasakan kenikmatan yang berbeda. Pemain bola yang setiap hari main bola juga ada masa jeda yang dipakai untuk kegiatan keluarga yang punya aura lain.
Pada waktu berolah raga maka kegiatan itu akan menguras cadangan glikogen, elektrolit, dan cairan dalam tubuh, jadi sebaiknya setelah berolah raga tubuh perlu diberi asupan yang memadai, tapi jangan sampai berlebihan. Bagi umat muslim, sering menggunakan nasihat “Berhenti makan sebelum kenyang” atau “makan hanya untuk menegakkan tulang belakang”, jadi ada saatnya makan tapi berhenti sebelum kenyang dan makan secukupnya saja. Yang lebih populer lagi “sepertiga dari perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman dan sepertiga lainnya untuk nafasnya”.
Jangan sampai seumur hidup kita hanya diisi kegiatan bersepeda atau berenang atau lari saja, tapi seperti ilmu soal makan, ada saatnya berolah raga dan ada saat istirahat dari kegiatan olah raga. Namun, memang dari bermacam-macam kegiatan olah raga yang kuikuti, hanya bersepeda yang kurasakan paling murah dan paling banyak pertemanan.
Di Jogja biasanya kegiatan berenang amat sangat jarang kulakukan, begitu juga olah raga jalan cepat atau lari, sedangkan kegiatan hari Minggu di Jogja adalah kumpul-kumpul bahas nostalgia di warung kuliner dengan bersepeda. Di Jakarta, olah raga renang sudah bertahun-tahun tidak kulakukan, yang paling rutin kulakukan adalah bersepeda dengan selingan berjalan kaki. Bersepeda di Jakarta berbeda nuansanya dengan di Jogja yang hijau, begitu juga jalan kaki di jakarta beda banget dengan jalan kaki di Jogja.
Dalam setiap berolah raga, konsistensi sangat penting agar oalh raga mendatangkan manfaat, untuk itu pilihlah olah raga yang paling diminati, yang paling membuat hati jadi gembira dan semangat selalu muncul dengan gairah positip. Setelah itu pilihlah kegiatan selaingan yang akan membuat olah raga yang kita minati tetap terjaga semangatnya.
Tahun ini aku akan Gowes dari Pematang Siantar menuju Toba bersama teman-teman untuk menjaga semangat bersepeda, untuk selingan rute-rute yang biasa kulakukan, dan yang paling penting untuk mengenang perkawinanku yang ke 25 di danau Toba. Dulu memang bulan maduku ada di Toba dan rasanya sayang kalau tidak diulang lagi.
Jadi perlukah kita Gowes setiap hari ?
Ping-balik: Safety Bike | Blogger Goweser Jogja
Sepeda pagi hari memang paling enak 🙂
SukaSuka
Aku cinta sepeda pagi, tak ada yang melarang karena menyehatkan..
SukaDisukai oleh 1 orang