Cek toko sebelah

“Setelah dilakukan cek toko sebelah, maka dipilih toko koh Afuk”, kata pelanggan setia toko. Ternyata memang ada beda menyolok antara toko koh Afuk dan toko sebelah.
“Di toko sebelah tidak bisa ngutang koh!”
Celetukan ringan yang biasa terjadi di toko kecil sering muncul dalam film “CTS” (Cek toko sebelah) dan itu memang menjadi daya tarik tersendiri dalam film ini. Celetukan segar lainnya juga muncul dalam dialog sopir taksi yang hampir bertabrakan dengan pengendara motor dengan helm hijau ala ojek online. Menurut sutradara adegan sopir taksi adalah adegan yang sangat disukainya, meskipun mungkin karena pemeran sopir taksi adalah anak presiden.
Peran anak presiden sebagai cameo di “CTS” memang mengundang senyum menggelitik, hanya satu “scene” tapi cukup sudah membuat suasana menjadi cair. Memang kelebihan film ini ada pada peran semua pendukung film yang terlihat cair dan membumi. Ceritanya juga mengalir dengan rapi dan kalau ada kesan dibuat-buat juga dalam tahap wajar dan tidak mengganggu kesinambungan adegan.
Dengan begitu banyaknya komedian yang ikut bergabung, memang film ini jadi penuh gurau dan canda, tapi tetap dapat dinikmati secara utuh dan tidak saling lepas, untuk ini jempol buat mas Ernest yang mampu menggabungkan semua adegan kecil-kecil menjadi suatu bingkai cerita yang utuh.
Ceritanya sendiri sebenarnya sangat mudah ditebak arahnya, sangat klise memang, tetapi sentuhan-sentuhan humor di setiap adegan terasa pas dan penonton bisa tertawa lepas sesuai irama film. Ada saat harus meringis, ada saat harus tergelak dan ada juga saat air mata jatuh. Bagi yang mempunyai masa kecil bergaul dengan etnis Cina, tentu dapat merasakan suasana yang dibangun, meskipun semua ditampilkan dalam warna ala komedian.
Penonton dibuat bertanya-tanya, kenapa harus si bungsu yang dapat warisan toko, sementara si sulung yang paling membutuhkan malah tidak mendapat bagian. Semua konflik di toko koh Afuk makin rumit ketika toko harus diminta kembali dari pembelinya yang sudah pasang harga tinggi. Disnilah sebenarnya cerita jadi sedikit dipaksakan, dan sutradara tidak punya banyak waktu untuk membuat akhir kemelut yang lebih “smooth” lagi.
“Cek toko sebelah” memang telah menggali banyak hal dari etnis Ernest dan dari kehidupan sehari-hari di toko kecil. Banyak yang dengan mulus sudah ditampilkan di layar lebar, banyak juga yang belum atau yang ditampilkan memang hanya kehidupan di Jakarta. Cuma sebenarnya kehidupan toko-toko etnis Cina dimanapun hampir mirip, terutana di kota-kota besar.
Menonton film ini bersama anggota keluarga sangat disarankan. Potret keluarga koh Afuk mungkin hampir sama dengan keluarga Indonesia pada umumnya. Model penyelesaian tiap-tiap konflik juga cukup bisa diterima akal. Kalau ada yang pernah nonton “My stupid bos”, maka film ini boleh disejajarkan dengannya. Walaupun aktornya masih pemula tapi castingnya sangat pas sehingga tidak perlu aktor sekaliber “My stupid boss” yang menjadi pemerannya.
Yang suka mengkoleksi film Indonesia bermutu, silahkan masukkan CTS dalam koleksi anda, mendampingi film film, My stupid boss, Talak Tiga, Perahu kertas, Test Pack dan sejenisnya.
Selamat menonton !:-)