Gowes Kota Tua

Beberapa minggu lalu aku Gowes Kota Tua, sayangya ada acara di Kota Tua hari itu, akupun tidak bisa masuk karena pintu dijaga petugas dan kita tidak diperkenankan masuk. Minggu pagi, 8 Oktober 2017, bersama teman-teman aku gowes dan kembali menuju ke Kota Tua, alhamdulillah, kami sukses menikmati Kota Tua setelah “dibersihkan” dari hal-hal yang dianggap mengganggu pemandangan. Semua nampak bersih dan pengunjungnya juga terlihat menikmati keindahan bangunan disini, termasuk pernak-perniknya.
Sebenarnya tempat ini biasa-biasa saja, tidak ada sesuatu yang berbeda dibanding tempat lain, Kali Jodo misalnya, tapi tempat ini menjadi menarik karena sekarang tambah bersih, rapi dan enak untuk sekedar melepas lelah bagi yang datang dari jauh dengan sepedanya, maupun yang memang fokus menuju ke tempat ini saja. Banyak sepeda yang disewakan, begitu juga banyak lokasi untuk foto yang menarik. Banyak juga patung hidup yang siap menemani pengunjung untuk mendapatkan foto “ala jaman baheula”, baik noni Belanda maupun Pejuang Revolusi.
Rombongan WSKT berangkat dari Cawang menuju kota Tua melalui jalan Otista, Kampung Melayu, “tanjakan” Casablanca, Tanah Abang dan melewati beberapa flyover. Aku seperti biasa di rombongan ini berposisi di paling belakang, memperhatikan dua goweser yang memerlukan tenaga untuk melewati beberapa flyover. Berbeda dengan grup WSKT lain, yang kemarin sengaja mencari tanjakan Jamus Jawa Timur, grup WSKT yang kuikuti kali ini hanya Gowes untuk senang-senang dan mencoba menghindari tanjakan.
Meski begitu aku memang mengajak mereka agar kenal tanjakan, karena dengan tanjakan gowes akan makin bermanfaat bagi kesehatan jantung dan sebagainya. Setelah mereka mulai menyukai tanjakan ringan dalam kota, selanjutnya bisa mencoba tanjakan berat di Sentul KM Nol. Apalagi kudengar sebagian dari goweser yang kuikuti ini sudah diajak ke Goa Jepang Jogja. Mereka mau mengisi liburan dengan kerja (kerja dibaca gowes!).
Sesampai di Kota Tua, aku minum minuman pengganti energi yang terbuang, bukan sekedar air putih. Kemudian menuju pulang untuk makan menjelang finish. Kuliner untuk di lokasi finish bebas menunya, karena sudah selesai gowes, tidak ada gangguan kalau makan atau minum kebanyakan, berbeda dengan kuliner di pos pemberhentian yang sebaiknya porsinya dibatasi. Kebanyak mengkonsumsi makanan/minuman sebelum finish akan menyebabkan gowes menjadi kurang bisa dinikmati.
Sesudah makan besar, sebaiknya ada waktu tunggu sekitar 1-2 jam, agar perut sudah kosong kembali. Memaksakan setelah makan berat langsung berolah raga bisa membuat perut jadi mual bahkan muntah. Meskiopun kondisi masing-masing orang bisa berbeda, tapi setidaknya mengikuti anjuran orang bijak akan lebih nyaman.
“Makan dan minumlah, tapi jangan berlebihan!”
“Makan ketika lapar dan berhenti makan sebelum kenyang”
Bersepeda itu sehat, tapi kalau tidak mengikuti aturan kadang malah jadi tidak menyehatkan. Banyak kasus bersepeda yang bikin mengelus dada. Ada kasus bersepeda tanpa kenal waktu dan akhirnya tiba-tiba jantungnya bermasalah, atau juga bersepeda dengan kecepatan tinggi, tapi memakai helmya tidak benar, sehingga ketika jatuh helmnya terlepas duluan dan menyebabkan kematian.
Kemarin kubaca status goweser yang dibilang “NORAK!”, hanya gara-gara membunyikan peluit untuk menjaga rombongan pesepeda tetap ada dalam barisan dan tidak mengganggu pesepeda lain atau pengguna jalan yang lain. Jadi ingat beberapa waktu lalu, ketika ada pesepeda yang menyetop rombongan sepeda motor yang dianggap mengganggu pengguna jalan yang lain. Hal itu syah-syah saja, cuma kita sebagai pesepeda yang baik harus selelau mengingatkan diri kita sendiri untuk tertib berlalu-lintas.
Gowes Kota Tua kali ini menyadarkanku untuk lebih menghargai pesepeda yang naik flyover masih ngos-ngosan, aku yang kadang masih lupa dengan menyerobot lampu merah dengan alasan jalan masih sepi dan berbagai macam hal yang masih harus kuperbaiki lagi.