Gowes Kaliurang

Dua minggu ikut acara Gowes Kaliurang dan baru sekarang aku bisa menuliskannya, ini mungkin termasuk paling lama tidak menulis di blog sepedaqu. Padahal blog ini baru saja ditemukan oleh seorang pembaca blog sepeda, mungkin dia akan sedikit kecewa dengan blog sepedaqu ini. Aku maklum saja, karena memang blog ini sudah cukup berumur tapi isinya narsis dari A sampai Z. Dari bercerita tentang bermacam-macam hal sampai akhirnya mengerucut menjadi satu topik saja, hanya tentang sepeda dan sebagian besar hanya tentang aku dan sepedaku.
Minggu lalu aku menemani direktur Waskita dan direktur utama Waskita Tol Road menempuh rute dari Prambanan menuju Kaliurang, Minggir dan kembali ke Prambanan lagi. Kita sepakat untuk berganti gaya, tidak harus di depan seperti waktu jadi tim lesus Bandung Jogja beberapa tahun lalu, kita cukup bersepeda bersama-sama saja sampai finish. Menuju lokasi start di Candi Prambanan, kita bersantai ria, dan bertemu dengan rombongan yang sedang mulai meninggalkan start.
Temanku langsung berbalik arah mengikuti rombongan Tour De Prambanan dengan full speed dan langsung meninggalkan aku, sementara aku masih mendengar teman yang lain santai di belakangku sambil mengobrol. Akupun melambatkan sepeda dan menemani temanku yang bersepeda di belakangku, karena kebetulan memang kita sengaja memakai sepeda lipat untuk ikut Tour De Prambanan. Hanya dua sepeda lipat yang ikut event ini dan jelas segera tertinggal oleh peserta yang lain, yang rata-rata memakai RB dan masih muda usia.
“Yang merasa kelahiran tahun lima puluhan, tolong jangan memaksa diri, kalau tidak bisa sprint terima saja. Kayuh sepeda dengan hati, nikmati kesegaran udara gunung yang pagi ini sangat mendukung untuk sepeda santai …..”, kataku dalam hati.
Kebetulan yang memakai seli (sepeda lipat) dalam acara gowes pagi ini memang kelahiran tahun lima puluhan, jadi ucapan dalam hatiku akhirnya tercetus juga dengan bahasa yang lain.
“Yang kelahiran tahun kepala enam, dipersilahkan sprint mengejar para master yang ada di depan. Kita berdua santai di belakang saja”, goyonan ini mewarnai perjalanan gowes menuju Kaliurang sampai arah Jamal (jalan Magelang).
Rute dari Dinpar (Dinas Pariwisata) Sleman ini memang sangat mengasyikan, meskipun ada satu ruas blusukan yang lewat jalan beton dan tidak nyaman untuk RB (road bike). Juga sempat melewati jalan sempit dengan turunan amat tajam ketika menuju Jembatan senggol Kaliurang. Salah satu peserta cewek kulihat sempat terjatuh, karena terpeleset di turunan ini. Untung panitia tetap sigap memberi peringatan maupun ketika menolong sang goweser.
Setelah melewati jembatan senggol yang sempit, perjalanan dilanjutkan sampai ke Minggir. Lokasinya berdekatan dengan pit stop waktu acara seli J150K yang lalu, hanya beda arah saja. Lokasi pit stop J150K menghadap timur dan lokasi TDP (Tour De Prambanan) menghadap barat.
Di lokasi pit stop ini, kita sudah ditawari dengan makan siang, padahal kita merasa belum lapar dan belum sampai menempuh 100 km. Baru pada saat ketemu penjual es cincau di pinggir jalan, kita merasa ada yang perlu diminum untuk menghilangkan panas di jalan. Memang saat sampai di lokasi Minggir, sudah tidak ada lagi jalan menanjak, sehingga seli BF (bike friday) jadi kalah jauh dibanding RB yang bisa melaju kencang. Berbeda ketika jalan masih menanjak, seli BF masih sanggup menemani rombongan tanpa harus tercecer jauh.
“Bapak-bapak, selama ini ada dua mobil yang mengawal kita, satu dipersiapkan untuk membawa sepeda dan satunya untuk membawa personil yang ingin menikmati AC dalam perjalanan. Sampai saat ini dua driver mobil tersebut masih menganggur, bagaimana ? Apakah perlu diberi tugas ?”
Pertanyaan kawanku ini jelas “modusnya”, maka aku langsung saja menyahut,”bagaimana kalau kupakai untuk pergi menuju ayam goreng Tojoyo ? Ada yang mau ikut ?”.
Tanpa banyak bicara, semua menyatakan setuju dan mulai menyerahkan sepedanya pada driver. Memang hal ini mirip dengan gowes Suramadu bulan sebelumnya. Rute yang amat panas membuat sebagian peserta keluar dari barisan gowes dan ikut dievakuasi mobil panitia. Mereka menganggap, rute gowes sudah bukan rute olah raga lagi tapi rute ajang adu nyali, melawan panas yang jauh di atas normal.
Seminggu setelah acara TDP ini, kembali rombongan dari Jakarta datang untuk menjajal rute Gowes Kaliurang. Mereka terdiri dari para goweser yang jarang bersepeda dan lebih fokus ke acara mencari keindahan alam dan kenikmatan kuliner sehabis bersepeda. Lokasi start juga berbeda dari lokasi start yang sering kuikuti. Mereka start jam 07:00 dan dari Hotel di Kaliurang, sehingga begitu start dimulai langsung ketemu rute turunan.
Meskipun rute banyak turunan dan hanya sangat sedikit tanjakan amat ringan, tetap saja mereka tidak bisa bersamaan dalam bersepedanya. Alhasil baru beberapa kilometer, mereka sudah harus berhenti untuk regrouping. Setelah kumpul semua baru perjalanan gowes dimulai lagi.
Akhirnya sampai di Warung Ijo Pakem, akupun memisahkan diri dari rombongan mereka. Aku menduga rombongan pasti akan mulai berguguran ketika sudah menanjak menuju Hotel di Kaliurang. Ternyata dugaanku benar. Sepeninggalku memisahkan diri, mereka hampir semuanya menyerah untuk segera dievakuasi menuju hotel. Meskipun dua event ini aku tidak mengikuti sampai finish, tapi mereka yang kuikuti maupun aku tetap merasa puas dengan acara yang diikuti.
Memang gowes Kaliurang ini hanya untuk mendapat “fun”, keceriaan menyambut hari libur. Bukan untuk prestasi, yang penting gowesnya dapet, bugarnya dapat dan semoga tetap sehat dalam menikmati hidup yang hanya sekali dan sebentar. Seperti juga gowes yang diadakan pada hari yang sama di Jakarta, yang penting dapat senengnya dapat suasananya, meskipun harus blusukan, menyeberang sungai dan lain sebagainya. Yang penting tetap menjaga silaturahmi, menjaga persaudaraan sebagai sesama umat manusia yang berjiwa Indonesia.
Ping-balik: Gebrakan K3 Waskita | Blogger Goweser Jogja