Beda bersepeda dan jalan kaki

Dalam acara coaching clinic 57th Waskita, 20 Januari 2018, salah satu slide yang disampaikan pembicara adalah perbedaan olah raga bersepeda dan jalan kaki. Salah satu yang disampaikan adalah beda bersepeda dan pejalan kaki, contohnya tip memakai jalan di jalur kanan atau kiri. Beda bersepeda dan jalan kaki memang bermacam-macam dan secara singkat disampaikan pada audience, seperti yang pernah kutulis dalam beberapa tulisanku di blog..
“Jalan kaki itu olah raga bagus, murah dan sehat!”, demikian tulisku di blog Goweser Blogger Jogja.
Di Jakarta atau kota besar lainnya, jalan kaki memang olah raga yang populer dan sering membuat pejalan kaki jadi was-was, karena mereka sebagian besar masih berjalan di jalur kiri dan belum mempergunakan jalur kanan. Aku sendiri sering menjumpai komunitas pejalan kaki yang berpapasan denganku, karena mereka mempergunakan jalur kiri dan aku memakai jalur kanan.
“Olah raga jalan kaki sebaiknya mempergunakan jalur kanan, sehingga tahu pengguna jalan yang akan berpapasan dengannya”
Memang prinsipnya jadi berbeda dengan goweser yang tetap memakai jalur kiri. Ada beberpa perbedaan dasar dari olah raga jalan kaki dan bersepeda, mekipun tujuannya tetap sama. Semuanya untuk meningkatkan kebugaran dan mempertahankan kesehatan.
Olah raga jalan kaki, biasanya jaraknya lebih pendek dibanding bersepeda. Sedangkan berat beban kaki menerima berat sendiri lebih berat saat olah raga jalan kaki. Semua perbedaan olah raga jalan kaki dan bersepeda itu tetap tidak menutupi tren bersepeda saat ini yang makin hari makin menggema. Joko Wi sendiri ikut menjadikan sepeda sebagai “brand” dalam beberapa kunjungan beliau ke beberapa acara.
Coaching clinic yang didahului dengan acara Gowes Ceria 2018 dilaksanakan dari Gedung Waskita diCawang, regruping di salah satu proyek Waskita yang berada di Pasar rumput dan finish di Gedung Waskita kembali. Jaraknya hanya sekitar 20 km, sehingga bagi goweser WSKT yang terbiasa jarak jauh dan “ngebut” di jalan, jarak itu terasa sangat pendek. Bahkan ada sebagian goweser menganggap jaraknya terlalu pendek. Padahal sebagai tim penyapu di rombongan terakhir, aku sempat melihat beberapa goweser yang sudah “loading” menuju finish ketika meninggalkan proyek Pasar rumput.
Kondisi jalan yang tiba-tiba hujan memang membuatku meninggalkan pos untuk segera mandi dan mengikuti acara coaching clinic. Kulihat di grup peserta, sudah banyak yang finish dan sepanjang jalan akupun melihat banyak peserta yang mulai “loading” menuju finish. Hujan semakin deras dan akupun terus memacu sepedaku.
Saat aku sudah mandi dan melanjutkan mengikuti coaching clinic, kulihat peserta goweser yang terdaftar sekitar 800 orang tidak semua menyerahkan kupon undian dan hanya sekitar 400 yang mengikuti acara coaching clinic. Acara coaching clinic sendiri dimulai dengan kesaksian dirut WTR (Waskita Tol Road) yang pernah masuk RS karena jatuh di turunan dan patah tulangnya.
Dirut WTR yang lebih banyak menyampaikan kesaksiannya saat jatuh dan sebab jatuhnya serta beberapa sarannya untuk menghadapi tikungan, turun tajam di gowes WSKT yang akan datang disambung dengan penampilan dari dokter Hendro yang juga pernah jatuh ketika mengikuti salah satu event gowes di daerah Posong Temanggung.
Penampilan terakhir adalah penampilan dokter Nunung, mantan kiper nasional dan kiper PSIM pada “jaman old”. Secara panjang lebr pak dokter menyampaikan banyak ilmu tentang kesehatan yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari kita, terutama dengan kegiatan olah raga. Penyampaiannya yang bersahaja dan komunikatip, sangat mudah dipahami, meskipun masih banyak hal yang perlu penjelasan lebih lanjut untuk memantapkan pemahaman.
Semoga caching clinic ini bisa berlanjut lain kali dengan peserta yang lebih khusus dan diskusi yang lebih panjang. Waktu yang membatasi acara ini, karena memang sebagian besar audience disamping ingin mengetahui tentang “Beda bersepeda dan jalan kaki” juga lebih banyak yang datang untuk menanti acara pembagian hadiah 57th Waskita.
Ping-balik: Bersepeda atau Jalan Kaki | Blogger Goweser Jogja