Semangat jalan pagi

Gowes memang olah raga favoritku, tetapi jalan sehat adalah “second opinion” untuk olah raga. Apalagi dibanding olah raga bersepeda, olah raga jalan lebih rileks, santai dan yang penting tetap membuat hati senang ceria. Semangat jalan pagi memang sudah kutanamkan di keluargaku, bahkan sejak kehamilan istriku, kegiatan jalan sehat sudah kulakukan bersama.
Sehabis subuh sampai terang tanah, aku dan siapapun yang mau kuajak, berjalan pagi dengan santai, tanpa perduli jarak dan tanpa arah yang pasti. Namun perlu dicatat, bahwa tanpa arah itu tetap ada tujuannya, aku jalan kaki untuk tujuan menjaga kebugaran, kesehatan dan juga memelihara ceria di hati. Tentu saja dengan harapan, siapa saja yang menemaniku ikut sehat dan ikut riang hatinya.
Kita bukan atlit jalan cepat ataupun lari sprint, aku hanya manusia biasa yang ingin mencari kesehatan dan kegembiraan dengan olah raga kaki. Meskipun sejak kecil aku sudah gemar berolah raga kaki, tapi olah raga jalan ini bukanlah olah raga yang harus kutekuni untuk menjadi atlit. Betapapun jauhnya aku melangkah atau tingginya aku mendaki, tetap saja masih dalam klas “amateur”, bukan “pro”.
Semangat jalan pagi memang selalu kupelihara sampai saat ini, karena aku merasa inilah olah raga yang paling sederhana persiapannya dan paling dapat dilakukan untuk melepas penat berpikir. Hasilnya memang keringat dan capek, tapi setiap selesai olah raga dan kemudian mandi, membersihkan tubuh, akan terasa kesegaran yang melegakan. Apalagi kalau ada yang menemani selama melakukan jalan sehat. Olah raga itu memang harus menyehatkan, dia harus merupakan bagian dari perpaduan antara pikiran, tubuh dan jiwa.
Sebenarnya hari ini adalah hari untuk kegiatan bersepeda Rabu rutin, tapi melihat sikon yang bekas hujan semalam dan masih terasa titik air yang berjatuhan, maka inilah saatnya jalan kaki. Sebagai selingan gowes yang bisa berkilo-kilo meter jauhnya, dengan jalan kaki cukup satu digit saja alias dibawah 10 km. Pengalaman sudah membuktikan bahwa ketika aku jalan sekitar 12 km, maka “recovery time” perlu banyak waktu dan perlu suasana tersendiri.
Seperti biasanya aku cukup jalan keliling kampung saja. Namun karena asyiknya nunggu teman di lokasi start, aku jadi terlambat memulai acara jalan kaki. Kami bahkan kekenyangan sebelum berangkat jalan kaki. Tema obrolan kali ini adalah nikmatnya menyelam dan bahayanya menyelam. Kunci utama menyelam bukanlah pandai berenang, karena terbukti yang tidak bisa berenang, begitu diajari menyelam langsung berani dan bisa masuk dalam air.
Aku jadi ingat ketika bersama kawan dari Turki dan Aceh menyelam di Bali beberapa tahun lampau. Begitu asyiknya kita bertiga mendengarkan uraian dari pemandu penyelaman dan begitu banyaknya pertanyaan dari kami yang membuat pemandu sempat kewalahan, karena pertanyaannya (mungkin) dianggap tidak bermutu, maka ketika menuju ke air kita sudah melupakan kengerian masuk dalam laut.
Pagi ini foto-foto saat menyelam kembali nbermunculan di depanku, sayang fotoku hanya ada dalam angan. Foto temanku begitu lengkap dan begitu artistik, sementara fotoku lebih banyak ada dalam anganku saja. Foto terakhir aku menyelam hanya ada waktu aku berenang di Umbul Ponggok Klaten. Saat itu aku lupa bahwa sudah bertahun-tahun tidak berenang dan terlalu percaya diri sebagai mantan perenang yang tahan berjam-jam nberputar di kolam renang. Semua ditambah dinginnya air di umbul Ponggok yang begitu menusuk, akupun sempat kehabisan tenaga ketika menyeberangi umbul.
Bagaimanapun olah raga jalan kaki memang lebih santai dan lebih sederhana dari olah raga renang atau olah raga bersepeda. Semangat jalan pagi harus selalu kugaungkan dalam kegiatan olah ragaku, karena memang jalan kaki yang paling sehat bagiku itu hanya jalan pagi. Udara yang bersih dan suasana yang penuh semangat akan membuat olah raga jalan sehat jadi sehat betulan.
Selamat jalan kaki !