Gowes ki sakmadyo wae

Puncak Tanjakan Mangunan

Tantangan gowes menjadi salah satu yang menarik di LTDJ #2 Jogja, 6 Mei 2018, dan banyak goweser akan datang dari berbagai penjuru Nusantara memeriahkannya. Sebelumnya sudah ada event TDJ dan akan datang sudah ada undangan dari PANITIA TOUR DE PRAMBANAN untuk acara Sumpah Pemuda. Tahun yang sangat meriah untuk acara Gowes di pelosok kota Jogja. Tentu untuk LTDJ (le tour de Jogja) bagian tantangan KOM/QOM akan sangat memancing adrenalin, berdasar pengalaman terdahulu, tentu akan banyak perbakan yang perlu dilakukan. Bagi goweser seperti aku, paling hanya “ngombyongi” saja, bagiku “Gowes ki sakmadyo wae”, yang namanya KOM/QOM kita serahkan gelar pada ahlinya saja.

Mereka yang masih muda-muda dan kuat perkasa, tentu akan sangat tertantang untuk bersepeda dengan tanjakan yang curam atau kecepatan yang luar biasa “kuencengnya“, sedang bagi yang belum banyak “jam terbang” akan memacu sepedanya dan mencoba melahap semua tikungan tajam dan tanjakan tajam. Tikungan “irung petruk” pasti akan dikawal oleh para RC (road captain) dengan ketat, disamping nanjak dan nikung masih ditambah sempit, pasti akan sangat menguras emosi peserta.

tugu-akhir-tanjakan-metes

tugu-akhir-tanjakan-metes

Pak Dokter HW sudah menyebutku sebagai RL bukan RC alias Road Liutenan, karena aku biasanya hanya mempunyai kepepatan rerata, jauh dibawah kecepatan normal, apalagi kalau ada ibu Negara disamping 🙂 Jadi kuterima julukan itu dengan senyum dikulum, sama dengan julukan “defender” yang disematkan padaku di komunitas WSKT. Memang dalam gowes aku sering memaksa diri, tapi seiring dengan waktu, aku mulai terpengaruh juga dengan perkataan dari seorang tokoh ulama Jawa, Gus Mus, yang begitu menyentuh.

Dalam tausyiahnya lebih lanjut Gus Mus menuturkan kalau Nabi Muhammad SAW itu memiliki gaya hidup yang sederhana. Cara berpakaian beliau pun juga sederhana seperti kebanyakan penduduk sekitar. Ucapan ini mengingatkanku dengan gaya hidup nabi Muhammad yang “sedang-sedang” saja, tidak usah serba “ter” cukup “sak madyo” saja.

“Makan dan minumlah untuk menegakkan tulang belakang, tapi secukupnya saja, tidak usah berlebih, ingatlah di belahan bumi yang lain saudara kita mungkin sedang membutuhkan makan dan kekurangan makan. Berbagilah !”, begitu ucapan bapakku ketika aku sedang makan. Mungkin bapak akan berkata seperti itu juga saat melihatku bersepeda.

“Eko, bersepedalah supaya sehat. Yang sedang-sedang saja, bapak tahu kamu itu punya tenaga muda, lebih muda dari aku, tapi untukmu sudah cukup pengalaman yang kau dapat dari bersepeda, Gowes ki sakmadyo wae ya Ko !”, kira-kira begitu (mungkin) nasehat bapakku.

Tanjakan ringan Jakarta Bandung

Tanjakan ringan Jakarta Bandung

Dalam event LTDJ #2 2018, kulihat di peta rute dari panitia dan pengalaman salah satu RC, ada dua kelompok tanjakan yang menarik. Yang satu tanjakan sepanjang 5 km yang dilombakan dan satunya tanjakan curam yang tidak dilombakan. Sebut saja model A (ada KOM/QOM) dan satunya model B. Mungkin setelah test final rute LTDJ akan lebih jelas model tanjakannya. Yang jelas “kita goweser bukan atlit sepeda

Tanjakan Wanagama licin dan berbatu

Tanjakan Wanagama licin dan berbatu

Aku cuma mencatat maksimal heart rate (HR) di kedua tanjakan itu. Model A di angka 160bpm dan di B dengan angka 180bpm. Angka yang biasa bagi penakluk tanjakan atau bagi mereka yang berusia muda. Rumus umum (dasar) HR maksimal adalah 220-umur bpm, jadi bagi yhang masih berumur muda masih oke dan tidak menjadi masalah. Bagi para senior wajib waspada dan berhati-hati untuk melahap tganjakan curam yang pasti akan memacu adrenalin dan membuat HR melonjak tajam.

Menuju belik kayangan Kulon Progo

Menuju belik kayangan Kulon Progo

Gowes ki sakmadyo wae !

Ini sebenarnya nasihat untuk diriku sendiri, sebab aku kalau melihat tanjakan seperti melihat kuliner yang paling lezat di depan mata dan ingin segera melahapnya. Coba kita rasakan saat puasa dulu, betapa nikmatnya saat berbuka, semua rasanya begitu lezat dan menarik hati, semua serasa bisa dihabiskan dalam sekejab. Kenyataan sering berbicara lain, baru setengah tanjakan nafas sudah memburu dan mulai tersengal-sengal.

WASPADALAH!

Nuntun itu halal !

Tanjakan Wanagama (TTB)

Tanjakan Wanagama (TTB)

6 komentar

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.