Jatuh dari sepeda lagi

Acara gowes ke Malang terpaksa tidak bisa kuikuti karena aku jatuh dari sepeda lagi dan perlu beberapa waktu untuk kembali naik sepeda lagi. Pagi ini aku mulai jalan kaki, keliling komplek, untuk memastikan bahwa aku sudah pulih dari cedera sakit akibat jatuh dari sepeda dan mulai merencanakan untuk kembali bersepeda. Temanku sudah menanyakan kondisiku dan sudah mengajak untuk NGABURIDE dalam minggu ini, tentu saja ajakan ini kubalas dengan menyatakan bahwa aku sudah punya acara sendiri.
Kebetulan aku memang ingin NGABUBURUN dengan komunitas yang lain. Jadi aku memang ingin mulai aktif jalan kaki sebagai selingan olah raga naik sepeda. Kemarin olah raga jalan kaki sudah kumulai dengan memeriksa kondisi proyek dengan berjalan kaki, dalam cuaca yang “hangat” dan saat waktu berbuka puasa tiba, aku benar-benar dapat menikmatinya dengan penuh kenyamanan. Kusantap kolak pisang dalam puncak laparku dan kulengkapi dengan kurma medjool yang begitu besar dan nikmat.
Beberapa tahun yang lalu, tepatnya bulan Desember tahun 2014, aku juga mengalami jatuh dari sepeda di daerah Nanggulan Kulon Progo, ketika melahap turunan. Cuaca yang sedikit gerimis dan kurang konsentrasi membuatku jatuh dari sepeda balapku, jerseyku masih tetap utuh dan badanku hanya lecet-lecet saja. Aku hanya perlu waktu beberapa hari saja untuk dapat bersepeda kembali karena acara Dies UGM sudah menungguku sebagai salah satu panitia dan aku bersyukur mempunyai dokter perusahaan yang baik dan merawatku dengan optimal, sehinghga aku dapat terjun dalam acara Dies UGM.
Waktu aku jatuh di Nanggulan, kecepatan sepedaku mungkin di atas 30 kmj, karena jalan menurun dan sudah kutekan rem untuk menahan laju sepedaku. Sementara itu waktu aku jatuh di Jembatan Semanggi depan Hotel Sultan, kecepatanku tidak sampai 10 kmj, tapi ternyata lukanya mirip, hanya saja kali ini celanaku sobek dan membuat lututku bersentuhan dengan jalan beton. Lutut inilah yang menghalangi aku dapat sholat dengan sempurna dan membuatku sholat sambil duduk sampai lebih dari seminggu.
Padahal dari dua proses jatuh dari sepeda, aku mangalami perawatan yang nyaris sama. Dibersihkan luka jatuhku dengan pencuci luka dan langsung diolesi dengan obat betadine yang sama, setelah itu aku hanya diperban setengah hari, begitu dilepas poerban, aku langsung tidak pernah diperban lagi. Lukaku juga cepat mengering dan mengelupas sendiri, beda denganh jatuhku di Nanggulan dulu.
Selama tiga hari (?) aku terus diperban dan bisa langsung mandi selesai diperban. Selepas perban dibuka, aku langsung bisa bersepeda lagi. Aku benar-benar takjub dengan risiko bersepeda yang hanya perlu waktu sebentar untuk recovery. Beda dengan kondisiku sekarang, lebih dari seminggu aku tetap meringkuk dan sampai hari ini baru bisa berolah raga jalan kaki, belum mencoba untuk bersepeda.
Rupanya ada beda antara jatuhku yang dulu dan jatuhku yang sekarang. Waktu jatuh dari sepeda dulu, tubuhku meluncur deras ke aspal dan hanya terjadi luka karena gesekan tubuh dengan aspal, sementara pada jatuhku yang sekarang bukan gesekan antara tubuhku dan jalan beton tapi benturan antara badanku dengan jalan beton.
Akibatnya, saat ini meski luka lecetku sudah sembuh, tapi luka benturan antara badanku dengan jalan beton masih bermasalah. Saat terjatuh di jalan beton, aku memang sempat tidak bisa bernafas (meski sadar), sehingga temanku melihatku dengan khawatir, baru setelah aku menidurkan diri dengan telentang, aku mulai bisa bernafas. Sampai beberapa hari, aku juga tetap susah mengambil nafas dengan dada membusung dan baru beberapa hari lalu aku bisa bernafas dengan cara membusungkan dada.
Semua memberi pengalaman baru dan semoga aku makin fokus bersepeda, sehingga kecelakaan jatuh dari sepeda tidak terjadi lagi. Aamiin YRA.
Ping-balik: Puasa Senin Kamis | Blogger Goweser Jogja
Ping-balik: Safety is my life | Blogger Goweser Jogja