Buka bersama plus tarwikh

Kegiatan bukber (buka bersama) tetap jadi agenda populer di bulan puasa kali ini, bahkan ada yang sudah membuat jadwal bukber sampai akhir ramadhan dan bisa dipastikan kalau pemilik agenda acara bukber selama bulan puasa itu adalah jomblo (?) atau anak kost 🙂 Yang kucari tetap acara buka nbersama plus tarawikh berjamaah danakupun akhirnya mendapatkannya. Ada dua acara bukber plus tarawikh yang akjan kuikuti minggu ini, yang satu diadakan di Universitas Gadjah Mada dan satunya di rumahku Cungkuk.
Ini seperti saat aku mencari TK untuk anak-anakku dulu, waktu aku kehabisan akal dan segala daya upaya menemukan TK yang sesuai dengan keinginanku dan anggaran yang kupunyai, akhjirnya istriku punya ide untuk mendirikan TK yang sesuai dengan keinginanku. Jadilah TK Nurul Azizi di Medan dan di Surabaya yang sampai saat ini masih berdiri mengajak anak-anak untuk belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar.
Minggu lalu, saat aku kesulitan mencari tempat berbuka bersama plus tarwikh berjamaah dan ada acara buka bersama di komunitas sepeda S3Gama, aku menawarkan acara dilanjut dengan tarwikh bersama dan rupanya disetujui oleh Pak Ketua S3Gama. Jadilah acara bukber di UGM akan diisi penceramah dari Dekan Teknik UGM dan dilanjut dengan tyarwikh berjamaah.
Istriku juga mengadakan acara buka bersama di rumah, dalam acara ini memang tidak dicantumkan acara tarwikh bersama, tapi kebiasaan acara bukber di rumahku selalu ada acara tarwikh berjamaah, maklum rumahku memang dikelilingi dua masjid besar dan beberapa mushola cari. Tinggal pilih yang disukai, mau model 11 rakaat atau model yang lebih dari 11 rakaat, semua ada dan syah menurut hukum Islam yang kupahami.
Aku lupa tahunnya, tapi aku pernah mengadakan acara buka bersama model baru dan menurut sang pembicara maupun salah seorang ustadz yang hadir merupakan acara buka bersama paling tertib dan paling menarik yang pernah diikuti. Acara diadakan di rumahku dan dimulai sejak pagi hari, penceramahnya mubaligh wanita yang merupakan kawan istriku dan salah satu pemain teater We-En, acara selesai sebelum waktu dhuhur datang dan semua hadirin pulang ke tempat masing-masing sambil membawa bingkisan untuk berbuka puasa.
Acara ini jadi berbeda dan menarik karena peserta bukber tetap dapat berbuka bersama keluarganya di rumah masing-masing dan tentunya bebas menentukan akan melanjutkan jamaah tarwikh di tempat yang paling mereka suka. Saat pengajian juga semua bisa tertib tepat waktu dan bisa menyimak semua ucapan dari pembicara tanpa khawatir akan kehilangan waktu untuk berbuka nanti.
Model acara seperti ini sebenarnya terinspirasi dari kebiasaanku di kantor yang karyawannya inginnya berbuka di rumah padahal dari kantor sudah disediakan hidangan berbuka puasa. Akhirnya hidangan bukber lebih baik diberikan sebelum karyawan pulang dari kantor, sehingga pemberi sedekah bukber bisa puas karena hidangan yang disediakan dapat diterima yang dituju dan penerima hidangan bukber bisa puas menikmatinya bersama keluarganya di rumah masing-masing. Win-win solution !
Masalah lain memang muncul kemudian karena banyaknya karryawan yang pulang sesuai jam kantor, maka harus dipikirkan saat mengadakan acara bukber di kantor semeriah apa jadinya tanpa jamaah yang sudah pulang. Entah berdasar hal ini atau hal lain, pada minggu ini acara bukber di kantor lebih sering mendatangkan peserta dari panti asuhan di sekitar kantor. Acarapun jadi penuh sesak, terutama saat jamaah maghrib, mungkin lebih dari seratus orang memenuhi aula yang berkapasitas 300 tempat duduk, sampai yang terakhir kuikuti, aku sudah kehabisan tikar dan terpaksa sholat tanpa tikar.
Alhamdulillah, semua dapat terpuaskan dan tetap bermanfaat bagi semua.