Heister Jogja

Pedelec (pedal electric cycle) rasa lokal rupanya tahun ini sudah ada di Indonesia dengan merk Polygon, mungkin sebentar lagi juga akan mulai mewabah bila ternyata jenis sepeda ini dianggap cukup menarik minat para pesepeda yang ingin bersepeda dengan jarak yang lebih jauh dan tetap menggunakan power bersepeda untuk mengaktifkannya, namun dengan energi yang lebih minimalis. Tidak seperti sepeda listrik (electric bike) yang tinggal ngeGAS dan sepeda meluncur deras, maka pedelec perlu dikayuh untuk menghasilkan power. Aku mencoba mengenalkan pedelec pada komunitas WA grup Heister Jogja dan tanggapan pertama adalah harganya yang mahal.
Memang dalam soal harga, pedelec boleh dikata diatas harga sepeda brompton yang standard, walau memang masih kalah kalau dibandingkan dengan Brompton CHPT 3 S6E Edition David Millar atau yang setara. Aku sendiri belum berminat untuk membeli pedelec, aku memang barusan membeli sepeda Polygon Path sebelum Polygon mengeluarkan seri path-E yang tetap mempunyai filosofi sepeda sebagai alat untuk berolah raga bukan filosofi “listrik” sebagai penggerak. Sekarang sedang demam Brompton,, kalau Path-E bisa mengalahkan popularitas brompton, pasti Path-E akan berjaya 🙂
Sepeda Polygon path yang kupunya sebenarnya sudah bukan sepeda seri Heist, tetapi aku memang membelinya karena bentuknya yang mirip dengan sepeda Heist 5 milikku. Aku mempunyai beberapa sepeda Heist, baik yang warna putih abu-abu logo lama, sampai yang warna hitam dan logo baru. Beberapa modifikasi sudah kulakukan, tapi akhirnya aku kembali pada mode original, ban besar dan fork bersuspensi. Model ban rim 40 terasa sangat cocok untuk melahap rute Heist yang biasanya melalui jalan desa maupun jalan aspal.
Demikian juga model fork depan bersuspensi juga cocok dengan model jalan yang sering kulalui, baik di perkotaan atau jalan pedesaan. Ketika aku bertemu dengan salah satu anggota komunitas Hester Jogja saat mengikuti sebuah event bersepeda yang menanjak, aku sempat memperoleh cerita beliau ketika mengikuti beberapa event bersepeda yang beraneka ragam dengan sepedanya yang sudah dimodifikasinya. Sampai saat ini modif dari Heist yang paling sering kulihat adalah modifikasi fork yang bersuspensi jadi rigid dan ukuran ban luar yang dipakai menjadi lebih tipis, dari 40″ ke di kepala 2 atau kepala 3.
Kayaknya aku kembali berubah pikiran dan mempertimbangkan untuk mulai memakai sepeda Polygon seri Path Black yang originalnya sudah memakai fork depan rigid, tinggal menambah tas sepeda di belakang. Akupun menikmati sepeda Path black yang boleh dikata sama persis dengan Heist, hanya sudah mempunyai kelengkapan yang menarik minatku. Kemudian baru kusadari bahwa ada yang mengganggu pada type Path black, yaitu adanya dinamo lampu di hub roda depan, sehingga akupun menggantinya dengan hub yang lebih ringan untuk digenjot.
Asyik ikut dalam komunitas Heister Jogja (HeistJo), aku dengan bangga memakai jersey Heister Jogja dan mulai ikut memasarkan ke Jakarta. Kebetulan komunitas AGS aktifisnya memakai sepeda Heist semua, meskipun dalam perkembangannya mulai melirik ke seli dan model lain, yang dulu memakai jersey Heist edisi awal, sekarang tinggal dua orang yang memakai edisi terkini.
Hari ini, aku mulai bersepeda lagi setelah jatuh dari sepeda beberapa hari lalu, niatnya ingin memamerkan jersy HestJo baru ke teman-teman di Jakarta, tapi sayangnya jerseyku ketinggalan di Jogja. Ini memang resiko yang terjadi kalau punya sepeda lebih dari satu kota, sebaiknya memang sepeda itu cukup satu, seperti istri yang cukup satu !
Night ride Rodalink Rungkut Surabaya kemarin dipamerkan Polygon Path Pedalec sayang tidak sempat coba.
SukaSuka
mas Bagus, aku sukanya polygon Path-E adalah kalau tidak digowes berhenti, jadi filosofinya sama dengan sepeda 🙂
bukan asal digas pasti jalan kencang 🙂
thanx sudah mampir 🙂
SukaSuka