Jangan mati-matian

Pengajian menjelang berbuka puasa kali ini mendatangkan ustadz baru dari pulau seberang, banyak yangh belum menghenalnya, sehingga bagi sebagian “audience” jadi menarik, meskipun tema pengajiannya hanya satu yang jelas tertangkap pancainderaku. “Jangan mati-matian mengejar yang tidak dikbawa mati !”, sederhana dan tidak ada yang lain. Langsung mengingatkanku pada sosok ustadz langganan jaman “old” dulu, namanya aku lupa, tapi profesinya sangat kuingat, driver ambulan !
Ustadz yang selalu mengambil topik “kematian” itu sangat terkenal di kampungku, apalagi bagi bapakku, yang sangat dekat dengan ustadz itu. Aku pernah diajak ke rumahnya dan bisa menyaksikan sendiri wajah pak Ustadz dalam kesehariannya, sangat berbeda dengan kalau beliau menjadi ustadz, hanya senyumnya yang sama, selalu ramah dan tidak pernah memberi kejutan ketika berbicara. Saat berceramah, selalu ada saat beliau membuat suasana yang mencekam dan kemudian membuat kaget “audience” dengan suaranya yang memecah kengerian ceritanya.
Kali ini ustadz Siregar tidak bercerita yang membuat kaget “audience”, dia dengan lembut dan hati-hati sesekali bertanya dan kemudian memberi kesimpulan terhadap jawaban yang dia terima. Kadang dia bertanya pada anak-anak kecil (sekali) dan kadang dia bertanya pada ibu-ibu, dia tidak pernah bertanya pada bapak-bapak, karena dia merasa kaum bapak sudah lulus semua kalau menjawab pertanyaannya.
Kehidupan dunia sering membuat kita lupa, bahwa ada kehidupan selanjutnya yang abadi dan bukan fana. Semua manusia dengan usaha masing-masing, mengejar “sesuatu” yang tidak jelas baik atau buruknya, bermanfaat atau tidak, berkah atau tidak, yang penting dikejar sebelum berlalu. Alhamdulillah, kalau yang dikejar memang akan atau bisa dibawa mati, tapi kalau ditelaah lebih seksama, banyak yang mengejar kenikmatan dunia dan melupakan berkah akhirat.
Banyak orang lupa bahwa hidup di dunia ini hanya sementara, kekayaan kita hanya seumur kita bila hanya dipakai untuk kesenangan dunia semata, lupa bahwa ada amal jariyah yang terus mengikuti kita dengan setia sampai kapanpun. Coba kita perhatikan kalimat ini, dari Anas bin Malik r.a, Rasulallah saw bersabda “Yang akan mengiringi mayit (hingga ke kubur) ada tiga. Yang dua akan kembali, sedangkan yang satu akan menemaninya. Yang mengiringinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Keluarga dan hartanya akan kembali. Sedangkan yang tetap menemani hanyalah amalnya” (Muttafaqun ‘alaih).
Hanya amal yang akan menemani kita sampai mati, itulah yang layak diperjuangkan dengan mati-matian, selain amal boleh tetap dicari, tapi tidak perlu harus sampai mati-matian. Sama dengan pesepeda, tidak harus jadi atlit atau menjadi orang yang menyandang gelar KOM/QOM, gowes ki sakmadyo wae, secukupnya saja, tidak harus berlebihan dalam memakai tenaga atau jenis sepeda yang mahal-mahal.
Soal amal, coba kita baca hadits ini :
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2) ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu didoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, no. 1631)
Untuk tiga perkara di atas, barulah kita boleh menggunakan usaha kita dengan full power, kita bisa mati-matian mengejarnya, memakai seluruh sumber daya yang ada pada kita, tetapi tetap jangan berlebihan. Semua hal yang berlebihan pasti ada “side effectnya”, dampaknya bisa mengakibatkan perkara lain menjadi muncul dan bisa jadi akibatnya jadi tidak baik.
Ustadz Siregar dengan sabar selalu berkomunikasi dengan “audience” yang beragam, beliau sedang melakukan satu amalan yang akan menemaninya sampai kapanpun, beliau sedang memberi pelajaran yang bisa ditularkan dalam kesempatan yang lain oleh para audience, dan itulah yang disebut dalam hadits di atas, membagikan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain dan semoga dibagikan lagi oleh para audience pada orang lain, begitu seterusnya. Akupun kemudian menjadi bagian dari mereka yang membagikan ilmu dari ustadz Siregar.
Insya Allah bermanfaat tulisan ini, “Jangan mati-matian mengejar yang tidak dibawa mati !”.