Saatnya berlari

Hujan mewarnai awal tahun 2020, berkahpun datang bagi mereka yang sudah lama merindukan turunnya hujan, berbeda dengan mereka yang tidak mengharapkan turun hujan (lebat) di daerah masing-masing. Bolehlah turun hujan, tapi kalau boleh menawar hujan sebaiknya turun ketika malam hari dan tidak perlu terlalu lebat, sehingga potensi banjir besar akan tidak terjadi, cukup banjir yang kecil dan segera reda (surut). Kalimat “…. saatnya berlari ….” di pagi hari sudah jarang terdengar lagi, pagi hari yang cerah akan memunculkan ajakan berolah raga, tapi kalau mendung pasti tidak muncul ajakan itu. Syukurilah apa yang ada !
Suatu hari, di pagi yang gelap tak berbintang, komunitasku merasa saatnya berolah raga dan kitapun segera berolah raga, kapan lagi bisa berolah raga kalau tidak sekarang. Ternyata di tengah jalan, cuaca berubah mendadak dan hujanpun perlahan tapi pasti mulai turun, dimulai dari titik-titik kemudian makin lama makin deras, akhirnya robongan yang berolah raga terbagi dua kelompok, satu kelompok tetap melanjutkan olah raga dan meninggalkan yang tidak mau ikut, aku termasuk yang ikut melanjutkan olah raga.
“Hebat pak Eko tetap olah raga meski hujan sudah mulai turun, kayaknya motto pak Eko ini adalah saatnya berlari !”
“Lebih baik di rumah saja, nanti bukannya dapat sehat tapi malah sakit flu lho. Ini bukan saatnya berlari pak Eko”
Berbagai komentar kuterima dari teman-teman yang tidak ikut olah raga, semuanya kuterima dengan bibir (mencoba tersenyum) dan sikap hormat, harus dihargai apapun komentar teman-temanku mengingat mereka memberi komentar yang masuk akal.
Tahun 2020 adalah tahun yang akan membuktikan, apqakah aku akan jadi pelari atau tetap jadi goweser, atau malah dua-duanya. Tahun lalu aku ikut KLUB (Kagama Lari Untuk Berbagi) dan setahun kemudian akupun mulai membagi waktu olah ragaku dengan bersepeda dan berlari (baca “jalan”). Berbagai event lari di seputaran pulau Jawa kuikuti dan ternyata aku kewalahan mengikutinya. Event lari yang harus dipesan jauh sebelum pelaksanaan acara membuat pas pelaksanaan acara sering bertepatan dengan acara yang lain.
Tahun lalu aku bisa dengan tegas memilih event lari dibanding event lainnya, tetapi tahun ini mungkin tidak bisa begitu, aku dituntut untuk tidak hanya terpaku pada acara Gowes/mlaku/mlayu saja, masih banyak hal lain yang tahun ini harus mulai disikapi dengan cara yang berbeda. Keluarga, kolega dan masih banyak lagi hal yang harus kupikirkan selain berolah raga.
Kebetulan teman-teman bersepedaku juga mulai mengurangi acara Gowesnya, sehingga acara sepedaan pada hari Rabu (rutin) maupun Jumat (berkah)mulai berkurang. Rutinitas Cawang – Monas yang begitu konsisten kutempuh setiap Rabu dan Jumat, perlahan mulai tidak lagi rutin, sebagai gantinya aku berlari saja di dekat rumah untuk mengisi kekosongan sambil belajar lari.
Akupun mulai konsisten untuk berjalan kaki, antara 8.000 langkah per hari sampai 10.000 langkah per hari kulakukan selama tahun 2019. Sampai hari ini, aku sudah konsisten melakukan target jalan kaki tanpa pernah terputus, selama 218 hari, aku tertantang untuk dapat konsisten selama setahun penuh bisa memenuhi target jalan kakiku. Inilah kebahagianku yang murah meriah, hanya bermodalkan jam olah raga dan tekad yang kuat (thok!).
Tahun lalu aku bisa lari/jalan sejauh 2.000K lebih dan aku kayaknya tetap akan memasang target yang kurang lebih sama dengan tahun lalu. Yang berbeda hanya cara menjalaninya, kalau tahun lalu aku harus serius memolototi targetku “day by day”, kayaknya tahun ini aku bisa sedikit lebih santai, yang penting semangat olga jalan terus. Sedangkan untuk target bersepedaanku, sudah kupastikan berbeda jauh dengan tahun-tahun lalu yang masih didominasi gowes jarak jauh. Gowes kalau tidak granfondo terasa ada yang kurang, untuk tahun ini, yang penting menikmati gowes setengah hari saja, berapapun jarak yang ditempuh.
Yang penting dalam olah raga adalah dapat menjalaninya dengan hati gembira dan senyum tersungging di bibir.
Ping-balik: Sudah saatnya berlari | Runner dan Goweser Jogja