Sudah saatnya berlari

Tahun 2019 ternyata menjadi tahun yang mengagetkan bagiku, target lari yang tadinya ragu-ragu dicanangkan seribu kilometer (1.000K) ternyata terlampaui di catatan Endomondo sampai lebih dari 2.000K. Aku langsung melihat catatan versi Strava, yang biasanya membedakan catatan lari dan jalan, setelah melihat catatan versi strava (maupun kemudian versi NRC) akupun kembali tersenyum (kecut?), ternyata memang masih dibawah 2.000K alias meski sudah melampaui target, tetapi tetap masih wajar. Memang ketika mencanangkan “sudah saatnya berlari”, aku jadi makin rajin berlari (baca “mlaku”) dengan aplikasi Strava dan NRC, sehingga grafik peningkatannya cukup tajam, akupun mendapatkan VIRGIN HM 🙂
Dengan makin ramainya kegiatan komunitas KLUB (Kagama Lari Untuk Berbagi), hampir semua grup WA (alumni UGM) tentang lari menjadi laris manis, ditinggal kerja setengah hari saja, pasti sudah antri ratusan bahkan ada yang ribuan pesan yang harus dibaca. Pesan gambar terpaksa tidak kubaca, apalagi pesan video, langsung “skip” untuk melihat (sepintas) pesan yang lain. Makin lama pesan WA sudah makin tidak terbaca lagi, apalagi kalau ada event lari yang “kebetulan” diikuti oleh selebriti lari, jumlah pesan WA makin tidak terkendali.
Hari Kamis ini, kebetulan hujan (gerimis) dan suasana serba tidak “kondusif” untuk berolah raga lari pagi, sehingga selepas sahur, aku langsung ke masjid dan melakukan banyak kegiatan rutin lain yang sudah lama tidak kulakukan, menulis dan membaca (misalnya) kulakukan pada pagi hari ini. Kurasakan aura yang berbeda dengan hari yang biasanya, aura yang telah lama kutinggalkan dan kurasakan kembali kenikmatannya. Kalau ada yang mengingatkanku bahwa hari sudah terang dan sudah saatnya berlari pagi untuk jantung yang lebih sehat, maka pasti akan kujawab,”hari yang indah ini lupakan sejenak lari dan ingat sejenak untuk menulis”.
Kegiatan gowesku juga tergeser dengan adanya kegiatan lari, sehingga acara gowes Rabu Rutin dan Jumat berkah, beberapa kali kutinggalkan, apalagi ada goweser yang juga mulai demam lari dan ada goweser yang ikut-ikutan pamit gowes rutin, lengkaplah alasan untuk pamit dari gowes rutin mingguan. Gowes granfondo juga sudah lama kulupakan, aku hanya ikut gowes yang selesai waktu dhuhur (setengah hari), bila menjelang dhuhur terlihat belum selesai, akupun “mlipir” dari rombongan dan menuju kuliner terdekat (yang murah) atau langsung balik ke rumah (karena ada istri yang sudah menunggu). Jadi ingat Gowes granfondoku yang pertama, Jogja-Purworejo pp dalam hujan dan terpisah dari rombongan, hanya berdua sampai finish.
Kejadian ketinggalan charger jam olah raga juga sedikit banyak membuat aku sedikit mengerem kegiatan lari, aku sempat berpikir kenapa bisa ketinggalan charger, padahal aku punya tiga buah charger yang selalu setia menemaniku (dalam berbagai sikon), ternyata pada hari itu adalah hari olah raga tanpa tercatat di jam olah ragaku, otomatis 221 hari selalu mencapai target langkah harian putus pada hari itu, karena tidak ada catatan yang membuktikannya. Akupun kemudian berpikir, begitu pentingkah catatan langkahku dibanding hal-hal yang lain (?), sampai-sampai aku sempat “nglokro” dan tidak bersemangat untuk bergerak ?
Akupun (waktu itu) langsung lebih aktif bersepeda, karena chargernya sangat tersedia dimana saja dan oleh siapa saja, bukan charger yang hanya ada di rumah dan tidak semua orang membawanya dalam kegiatan sehari-hari. Kebetulan ada grup Strava baru tentang sepeda Polygon PATH yang diikuti oleh teman lama gowesku, akupun makin semangat untuk bergowes ria, sebagai salah satu X-training selain lari. Olah raga renang juga sebenarnya sangat kugemari, tetapi banyak kendala untuk mengembangkan olah raga renangku, baik mengenai tempatnya, waktunya maupun komunitasnya.
Besok bila saatnya badan dan sikon sudah mendukung lagi, pasti akan kuucap “Sudah saatnya berlari nih !”