Hukum karma

Saat bosku masuk ICU di usia pensiun, aku berkata dalam hati,”kok bisa ya, padahal pak bos itu terlihat tidak ada masalah dalam hidupnya, aku pasti tidak akan seperti itu deh di usia pensiunku”. Ternyata di usia pensiunku aku malah masuk ICU dan terkena “stroke”. Apakah ini hukum karma, karena aku terlalu sombong dan menilai diri terlalu berlebihan ? Pertanyaan ini terjawab ketika aku bersiap diri ke kantor dan siaran TV menyiarkan seorang pasien yang terkena stroke tanpa gejala dan akhirnya sembuh hanya dengan semangat pantang menyerah.
Diperlihatkan secara lengkap perjalanan pasien yang terkena stroke dari tidak bisa bergerak sampai mulai bisa bergerak, berlari dan bahkan mulai ikut latihan “tinju”. Jari tangan yang tadinya tidak bisa digerakkan, tidak bisa dibuka, sekarang jadi terbuka dengan lancar, begitu juga manuver tubuh yang tadinya susah digerakkan sekarang mulai terlihat bisa dipakai untuk lompat bahkan berlari cepat.
Aku juga mengalami stroke “tanpa gejala”, tetapi menurut bu dokter sebenarnya pasti ada gejalanya, tergantung bagian otak yang mana yang diserang, cuma kadang karena tidak tahu atau tidak dirasakan pasien, maka terlihat tanpa gejala tahu-tahu sudah terkena stroke.
Kalau ingat kejadian saat aku terkena stroke, memang aku sedang dalam kondisi sibuk (stress), saat itu aku jadi salah satu penanggung jawab family gathering dan begitu aku merasa tidak bisa berbicara dengan lancar, aku langsung menyerahkan banyak tugas ke ahlinya, sehingga saat aku tidak bisa bertugas semua kegiatan akan tetap lancar, dan begitulah kejadiannya, begitu aku menghadap dokter perusahaan, aku langsung diantar ke UGD dan lanjut ke ICU.
Semua pemeriksaan dilakukan secara lengkap dan mendetail, sehingga dipastikan aku masuk ICU selama 10 hari, tentu saja aku kaget dan teman kantor mengabari keluarga di Jogja bahwa aku di ICU. Hari pertama di ICU, banyak teman menengok kamarku bergantian dan aku hanya tertidur selama ditengok. Ada yang bisa bertemu karena pas aku terjaga pas mereka menjengukku dan banyak yang tidak bisa masuk karena mereka ingin aku istirahat saja di kamar.
Hari ke dua di ICU, aku merasa sudah sehat dan mulai berani ke toilet diantar perawat, tentu saja setelah beberapa kabel yang menempel di tubuhku dilepas satu demi satu oleh mbak/mas perawat yang mendampingiku. Aku cuma diminta untuk tidur saja dan makan seperti biasa, pengunjung kamarku tetap dibatasi dan hanya istriku yang boleh menemaniku di kamar, hanya pulang jika sudah malam dan kembali lagi besoknya.
Setiap hari kudengar suara-suara pasien lain yang beraneka warna auranya, tapi dominan suara keputus asaan atau rintihan lirih yahng terputus-putus, pendeknya tidak ada suasana ceria yang setiap hari kudengar di lingkungan kerjaku sebelumnya, kayak bumi dan langit bedanya. Semua harus hilang dalam lingkunganku sekarang dan hanya bisa hilang kalau aku tertidur, itulah sebabnya aku harus berusaha tidur setiap saat. Syukurlah aku memang terbiasa mudah tertidur, sehingga semua busa kuatasi dengan sukses.
Hari ke tiga di ICU, aku mulai bisa melepas kabel yang menempel di tubuhku sendiri, cukup minta ijin pada perawat dan mereka membiarkan aku melepas kabel lanjut berangkat sendiri ke toilet ICU. Akupun merasa sehat dan minta pada dokter untuk pulang, toh aku tidak ada apa=apa, rupanya protokol ICU berbeda dengan penilaianku dan tim dokter tetap dengan panduan mereka, aku harus di dalam ICU selama seminggu, tidak bisa ditawar lagi, bagamanapun kondisiku terlihat sangat baik.

Dokter perusahaan terus memberi semangat padaku, karena dia tahu kalau aku adalah penggemar olah raga yang terbiasa dengan olah raga aerobik maupun anaerobik dan memang dari hasil pemeriksaan semua menyatakan bahwa semua ijdikasi kondisi kesehatanku dalam status baik. Satu hal yang ternyata menunjukkan aku belum normal adalah saat dokter ahli stroke memintaku menggenggam tangannya, genggaman tangan kananku masih belum menunjukkan genggaman tangan orang yang sudah sehat.
Akupun harus sabar dengan kondisi kamarku yang penuh pasien, dalam seminggu akhirnya ada beberapa pasien yang pergi dan datang, ketika aku meminta dipindah ke kamar khusus ternyata kamar untuk penderita stroke hanya ada satu-satunya, yang sekarang sedang kupakai. Aku harus menyadari hal ini dan berbeda dengan mantan bosku yang bjsa dipindah ke kamar khusus, sehingga bisa ditemani istri, aku hanya bisa ditemani istri waktu terang tanah saja. Jadi kalau dibilang ini hukum karma, pasti bukan karena ini berbeda kasusnya dengan mantan bosku, ini lebih parah.
Akhirnya aku menyelesaikan seminggu di ICU dengan penuh sabar (bagiku), menurut yang menjagaku mungkin aku dianggap tidak sabar dan selalu minta pulang, dan ternyata pas sudah seminggu aku mendapat hadiah tiga hari addendum di ICU. Jelas ini bukan hukum karma, ini hanya hukum sebab akibat, aku berbuat sesuatu akibatnya adalah terkena stroke dan akan gampang disembuhkan dengan semangat (doank) sebagai pemacu kecepatan sembuh.

Usai keluar dari ICU ternyata suasana di luar sudah berbeda, tapi protokol “stroke” tetap berlaku, aku dilarang gowes jauh dan hanya boleh yang dekat-dekat, maksimal 20K atau cukup 10K saja. Tentu saja gowes 10K tidak akan terasa bedanya dengan diem saja di rumah, ibarat belum keluar keringat sudah sampai finish, maka aku tetap daftar gowes Bandung Jakarta dan diterima dengan sukses oleh panitia. Akupun ikut acara hgowes Bandung Jakarta, mekipun hanya start dan finish di etape pertama, etape selanjutnya aku numapng mobil dan selesai dengan aman, artimnyua tetap dapat ikut gowes dan tetap ikut nasehat teman-teman untuk tidak gowes terlalu jauh.

Menurut bu dokter di TV tadi, untuk sembuh sempurna dari stroke, selain obat-obatan wajib yang diresepkan oleh dokter yang merawat, maka unsur terpenting dari sehat dari stroke adalah “semangat” pasien untuk sembuh.
Aku akhirnya bisa tersenyum mendengar nasehat dokter yang panjang lebar dan sudah kubuktikan bahwa dengan semangat yang tidak kenal lelah, aku dapat lebih sehat dari orang lain (sesama penderita stroke). Aku mulai bisa olah raga dengan normal, mulai lebih bisa mengontrol “emosi”, karena menurut bu dokter, penderita stroke itu yang kena akibatnya adalah keluarga terdekat, penderita stroke biasanya emosinya sering tidak terkontrol dan menyusahkan keluarga dekatnya.
Ini jelas bukan hukum karma, ini hukum sebab akibat saja, selama kita berbuat begini, maka akan begini juga akibatnya. Nikmati hidup dengan ceria dan pola hidup yang sehat, maka hukum sebab akibat akan berlaku dan hidup kita akan imbang, antara jiwa, badan dan pikiran akan selaras.