Nitilaku Dies UGM

Tahun ini, seperti biasa, aku ikut acara Dies UGM, mulai dari acara KLUB (Kagama Lari Untuk Berbagi) sampai acara GAMAGO (Gadjah Mada Gowes), hanya saja aku ikut yang online (daring) dibanding yang offline, tetapi ketika diumumkan bahwa akan ada acara offline juga untuk event Gowes, maka akupun cepat-cepat daftar acara itu. Ternyata kemudian muncul berita juga bahwa akan ada acara offline untuk segala macam event Dies (meski terbatas), tidak akan ada lagi model seperti Nitilaku Dies UGM memang tapi ada acara lari 72K yang sangat menantang.

Melihat jaraknya, jelas aku tidak akan mampu, full maraton (FM) saja belum mampu kuikuti, masak aku mau ikut lari kelas ultra, jadi aku akhirnya memilih bersepeda 72K saja, kembali ke habitatku yang lama, kumpul teman lama lagi. Bedanya jika teman lamaku bersepeda saat sekarang sudah makin kuat dan tahan lama, aku malah sudah mulai menata kayuhanku, hanya dalkot dan datar saja.

Aku sebenarnya menghindari turunan tajam dan kalau ada acara non gowes, seperti acara Nitilaku Dies UGM, aku pasti memilih acara itu, disamping tetep berkeringat dan dapat sehat, juga relatif lebih aman dibanding gowes di turunan tajam atau lari model ultra. Itu pula sebabnya grupku bersepeda memilih pit stop pertama di Masjid Agung Manunggal Bantul dan pitstop ke dua di Lava Bantal, tanpa ada tanjakan yang artinya pasti ada turunannya juga.

Acara Nitilaku Dies UGM offline maupun online sudah tidak kuikuti lagi, aku lebih fokus bagaimana caranya untuk tetap bersatu padu menyelesaikan acara gowes Dies UGM 72, kebetulan ada dua goweser yang belum pernah gowes model jarak jauh. Sebenarnya jarak 72K tidak terlalu jauh bagi yang sudah terbiasa mendapat lencana GF (granfondo), artinya mereka sudah terbiasa gowes di atas 100K, tentu jarak 72K tidak terlalu jauh bagi mereka, tapi untuk yang belum terbiasa dengan jarak itu pasti akan ada kendala.
Setelah memastikan semuanya sudah memakai celana bersepeda yang ada paddingnya, akupun memantapkan tekad untuk ikut acara gowes dies UGM 72. Di sepanjang rute, sering berpapasan dengan goweser lain yang berbeda rute, hanya sama di jerseynya saja.
Beberapa diantaranya menghenaliku sebagi goweser yang sudah terbiasa ketemuan di acara/event bersepeda di Jogja dan sebagian yang lain tidak kukenal maupun mengenalku, apalagi mereka semua sebagian besar bermasker, jadi wajarlah kalau bertemu tidak bertegur sapa, bahkan masker sudah dilepaspun ternyata masih banyak juga yang masih “pangling”, persis ketika ketemuan di acara nobar bareng kagama beberapa waktu lalu, sudah berhadapan tetap tidak saling bertegur sapa karena merasa serba belum pasti.
Akhirnya aku bisa menyelesaikan acara bersepeda dies UGM 72, meski tidak ikut acara Niti Laku seperti yang pernah kelakukan dahulu, semuanya bagus dan baik buat kita, hanya waktu yang membedakan kita. DIRAGAHAYU UGM 72 th !

Alhamdulillah acara dies UGM 72 bisa terlaksana dengan baik dan semua mendapat manafaat yang benar !