Paniisan Trail Run

Pertama kali diajak trail RUN offline ke bukit Paniisan, aku survey dulu dengan penuh semangat, bekal-bekal survey aneka macam kusiapkan sebelum hari H menuju titik kumpul di Sentul Nirwana. Segala macam video via youtube tentang bukit paniisan trail run, sudah kupelajari dan sedikit banyak sudah kumengerti, sehingga akupun bisa berangkat dengan penuh semangat. Menginjakan kaki ke Sentul, aku jadi teringat saat trekking dengan teman-teman WSKT ke curug di atas Sentul, semuanya serba menyenangkan dan penuh canda tawa.

Pengalaman saat itu sudah banyak yang kulupa, tapi yang terjadi saat itu hanya perasaan senang dan senang sekali, sehingga aku lupa kalau harus membaca catatan hari itu. Beberapa catatan yang kutulis waktu itu baru kubaca sekarang setelah aku selesai menjalani acara Paniisan Trail RUN, antara lain begini :
“Dari perjalanan trekking Curug Panjang ini, aku langsung menyusun apa yang harus disiapkan, apabila ada kesempatan mencoba jalur ini.
1. Melengkapi diri dengan sepatu yang cocok.
2. Membawa camera anti air dan tas yang cocok untuk membawa camera tersebut.
3. Berdiskusi dengan pemandu jalan, untuk mencari saat yang paling tepat untuk menyusuri sungai. Karakter cuaca pagi, siang, sore dan malam akan sangat berbeda, sehingga harus paham apa yang perlu dibawa.”
Catatan ini lupa kubaca, untung aku sudah siap dengan timku yang sekarang, bedanya dengan dulu adalah tentang aku sendiri yang tidak semuda tahun 2015, meskipun pengalaman makin matang tapi kondisi tubuh sudah makin menurun. Meskipun begitu, semangat untuk ikut acara paniisan trail RUN tetap membara dan aku tetap melakukan survey untuk acara itu. Tentu yang kumaksud adalah survey kuliner apa yang bakal ditemui di lokasi 🙂
Ternyata hasil survey yang kulakukan sangat berbeda dengan kenyataan, maklum karena kurang paham medan dan kurang lengkap data surveynya, maka pas hari H, kita benar-benar seperti anak yang baru belajar trail RUN. Jadi ingat pengalaman International Trail Run yang kuikuti beberapa tahun lalu di Wanagama dan aku kena COT (cut of time), karena kelamaan selfi sendirian di belakang. Memang sendirian di hutan itu mengasyikkan, apalagi hutan buatan ala Wanagama, terasa aman dan adem, sehingga demikian nyamannya sampai aku lupa waktu. 🙂

Beda kejadian dengan yang terjadi saat ini, aku yang sudah capek harus berjuang di belakang rombongan besar (ikut tim sweeper) melawan hujan, kabut, jalan licin dan berbagai rintangan yang lainnya. Untung di belakangku persis ada yang seumuran denganku dan ada sweeper (asli) dua orang (ayah dan anak) yang dengan sabar menemani sepanjang perjalanan, mereka berani telat makan demi mengawal aku dan temanku, serta harus puas dengan makan yang masih ada di meja.
Sampai di lokasi finish, aku langsung ditagih uang konsumsi oleh bendahara, mungkin karena yang lain memang sudah membayar atau karena ingin mengerjaiku saja, tidak apalah, yang namanya kewajiban bayar harus segera ditunaikan, meskipun aku hanya mendapat sayur asam, beberapa tahu dan beberapa ekor ikan asin (kubayangkan pasti nikmat kalau makan pakai nasi, sayangnya aku sedang mengurangi nasi, sehingga tidak kumakan).
Setelah dibayar semua makanan dan menuju balik ke lokasi start Sentul Nirwana, inilah sebenarnya perjalanan yang paling menegangkan buatku. Seperti biasa, saat mendaki adalah saat bergembira ria, meskipun perlu usaha kaki yang lumayan berat, tapi saat menurun adalah saat kaki benar-benar diperlukan kekuatannya untuk menyangga (mungkin) dua kali berat tubuh, padahal kondisi tanah sedang basah dan banyak tanah berbatuan bergerak.
Perjalanan ke bukit Paniisan yang hanya 13K ini akhirnya dapat kulalui dengan aman dan selamat, terasa indah ketika perjalanan itu sudah selesai dikerjakan dan foto-foto maupun video mulai ditayangkan di sosial media masing-masing. Dari sudut pengambilan, lokasi yang diambil maupun lagu yang dipakai akan terlihat usia pembawa sosial media yang tampil.

Rasa puas sebelum puncak (kiara payung) adalah suatu memori yang indah kala menuju paniisan, karena ada kabut yang indah menyelimuti seluruh bukit. Setelah kehujanan, badan sudah kering lagi, kabut jadi pelengkap suasana mistis bukit paniisan.

Kepuasan dan kelelahan jadi satu, campur aduk, akhirnya tercapai juga bukit paniisan, tuntas sudah penantian untuk berfoto di lokasi ini. Alhamdulillah.