Kolaborasi KLUB dan KaRMaPIT

Menjelang acara Dies UGM #73, sesepuh KLUB dan KaRMaPIT ketemuan dan menelorkan suatu kolaborasi antar Kagama komunitas, acara yang agak berbeda ini menjadi unik karena akan dilaksanakan pada malam hari. Bila teman-teman KLUB menganggap sebagai Night RUN, maka teman-teman KaRMaPIT mengenalnya sebagai night Ride. Diperkirakan akan menempuh jarak 73 km, atau hampir fondo bagi para pemancal PIT dan lebih dari marathon bagi pelari malam, tentu akan menjadi kolaborasi yang sangat berkesan bagi mereka yang baru sekali itu mengikutinya.
Agak nyeleneh memang bagi yang belum terbiasa olah raga malam-malam dengan jarak sejauh itu, tapi merupakan tantangan sendiri buat mereka yang gemar lari maupun mancal PIT. Suasana dan jarak yang ditempuh cukup menantang, bahkan bagi yang terbiasa olah raga di waktu itu, tentu ada maksud mengapa mengambil waktu pada saat orang-orang lain sedang enak-enaknhya mapan tidur.
Aku pernah mengikuti acara lari sepanjang hari dan melewati tengah malam, termasuk mencari pos-pos strategis untuk melaksanakan sholat wajib pada waktunya. Emosi harus dijaga, jangan sampai sebelum finish malah sudah kehabisan bensin, begitu juga harus ditampilkan wajah ceria di garis finish. Seberat apapun tantangan, biasanya saat finish adalah saat semua beban dipundak bisa digantikan dengan seulas senyum, bukan terkaparnya badan di garis finish.
Pengalaman pertama bersepeda di pulau Belitung, dari ujung yang satu dan finish di ujung yang lainh, membuatku tidak ingin mengulanginya lagi. Jelang finish energi sudah habis-habisan disedot oleh panasnya udara dan tidak adanya pohon rindang di check point, benar-nbenar suatu pengalaman pertama yang sangat traumatis, padahal dari sisi jarak masih dibawah 100K, aku masih tidak bisa membayangkan yang tembus pp ke lokasi start, alias hampir 200K, sehingga sampai tembus night ride,
Jelang finish, bersama dua temanku, aku sudah terkapar tanpa daya, bahkan segala macam hidangan yang disajikan tidak tersentuh sedikitpun. Perlu waktu istirahat yang agak panjang sampai semua kuliner yang disajikan mulai dapat dinikmati oleh lidah laparku.

Sehabis makan siang, rasanya pingin segera balik ke hotel, rasan kuliner yang tadinya lezzat sekali, berubah drastis oleh panasnya matahari yang masih setia memancarkan kehangatannya. Meski begitu, ternyata sebagian dari kita tetep setia mancal PIT untuk kembali lagi menembus malam sampai ke Belitung barat, lokasi start tadi pagi. Semangat night ride rupanya sudah menjiwai mereka.

17 Desember 2022 aku kembali akan merasakan sensasi night ride, merasakan lagi mancal PIT malam-malam di kota Yogyakarta, suasanya pasti akan jauh berbeda. Selain tidak bisa lagi mengembangkan kecepatan, juga harus setia melakukan apa saja yang dirasa dapat membantu para pelari. Menyediakan perlengkapan sholat subuh (misalnya), atau sekedar menyemangati para pelari yang kecapaian saat di tempat istirahat.
Acara Ultra RUN 73K dari KLUB memang dilaksanakan mulai selepas Isya dan diakhiri selepas matahari mulai menerangi tanah. Bagi mereka yang ada di barisan belakang harus tetap setia dengan sepeda masing-masing, diusahakan agar tiap kelompok pelari yang ketinggalan di barisan paling belakang tetap menjadi kelompok-kelompok kecil dan minimal dijagain satu atau dua orang sweeper bersepeda.
Terlihat suasana yang menyatu antar komunitas KLUB dan KaRMaPIT, mereka yang tadinya belum kenal atau hanya kenal di medos, sekarang bisa bertemu langsung dan saling membantu untuk mengabadikan momen masing-masing. Prinsip merekla, boleh di barisan paling belakang dan tidak banyak foto yang bisa dimbil oleh potographer panitia, tetapi mereka tetap mempunyai poto acara dengan segala model poto yang mereka miliki.

Jelang finish memang beberapa pelari jadi bersemangat kembali dan bisa berlari lagi dengan penuh semangat, demikian juga beberapa pengawalnya jadi makin semangat karena sebentar lagi akan bertemu dengan teman-teman pengawal yang lebih dahulu sampai lokasi finish karena mengawal rombongan pelari yang lebih kencang larinya. Untuk tahun depan mungkin bisa lebih dipisah antara yang pelari ultra tulen dan pelari yang lebih banyak ke masalah fun dan happy.

Lari sejauh 73K memang tidak main-main, aku mencoba lari sambil menenteng sepeda, rasanya berat sekali dengan pace 12, padahal para pelari sudah terbiasa pace 8, minimal pace 9, bahkan ada yang “nggendring” dengan pace 7. Hanya mencoba lari beberapa ratus meter aku sudah megap-megap, sementara untuk naik sepeda dengan kecepatan dibawah 10 kpj, rasanya lambaaaaat banget.

Pengalaman kolaborasi yang sangat menguras emosi, bagi pelari sebagian melawan hawa kantuk dan kram yang setiap saat bisa muncul tiba-tiba dan bagi pemancal PIT, menahan emosi agar dapat selalu di belakang pelari, agar selalu dapat menjaga para pelari di jalurnya adalah suatu usaha yang harus kuakui sangat berat, mungkin bagi juara lomba sepeda pelan tidak bermasalah, tapi bagi yang terbiasa bersepeda dengan kecepatan 15 KM per jam, rasanya sangat capek, apalagi yang terbiasa bersepeda dengan kecepatan di atas 30 kmj, seperti ada dalam penjara suci.
Rasa kebersamaan antar komunitas di Kagama yang membuat kita dapat saling bertoleransi dengan situasi masing-masing. Yang sudah capek berlari tetap berlari dan tidak diijinkan untuk berganti naik sepeda, demikian juga yang bersepeda akan menjaga kecepatannya sehingga selalu ada di belakang pelari.
Luar biasa semangat #diesUGM73