Soto Jogja ya Soto Sholeh (uji ulang)


Kalau kita baca buku “100 Warung Enak di Jogja”, pada halaman 109 tertulis bahwa Soto Sholeh adalah soto dengan bumbu yang sangat sederhana (tidak banyak rempah), sehingga rasa kaldunya yang menonjol.

Sebagai orang Jogja, aku malah baru merasakan soto ini ketika berada di Jakarta. Tentu saja ini jadi bahan guyonan teman-temanku. Bagaimana tidak, seorang laki-laki Jogja yang cinta akan kuliner justru baru tahu soto Sholeh setelah berada di Jakarta.

Ketika akhirnya berada di Jogja dan ternyata soto ini hanya beberapa ratus meter dari rumahku, maka keinginan itu terpuaskan sudah. Akhirnya soto itu menjadi langgananku bila ke Jogja atau bila ditanya oleh teman-teman, soto mana yang ingin dikunjungi.

Ini adalah kisah beberapa tahun lalu dan saat bulan Agustus 2010 sudah kita injak, akupun mencoba melakukan uji rasa soto ini lagi. Sudah berubahkah cita rasa soto ini ataukah cita rasanya masih seperti beberapa tahun lalu.

Di halaman parkir kujumpai sebuah mobil khas wong Jogja. Isinya coretan-coretan plesetan khas Jogja.

Memasuki ruangan dalam aku langsung pesan soto seperti biasa. Sambil menanti datangnya sang soto, pandanganku berputar-putar ke dinding ruangan. Kulihat berbagai macam kalender dari berbagai macam vendor atau institusi saling berdampingan dengan berbagai model khas masing-masing.

Akhirnya pandanganku sampai juga ke deretan jam dinding yang berjejer cukup rapih. Modelnya mirip resto KimTeng di Pekanbaru. Sepintas menunjukkan beberapa nama yang sering kita dengar atau lihat, sampai akhirnya aku merasakan ada yang aneh dengan jam yang berderet itu.

Bukankah semua jam itu menunjukkan waktu Indonesia Bagian Barat, tapi kenapa tidak ada jam yang sesuai dengan angka yang tertulis di jam tamnganku atau jam di ponselku?

Variasi waktu yang ada di jam itu terlalu jauh, sehingga jadi makin tidak jelas, jam yang mana yang akan dipakai sebagai acuan waktu Indonesia bagian barat.

Belum selesai memandangi jam di dinding, semangkuk soto sudah terhidang di depanku dan tentu saja yang paling menarik selain soto adalah kumpulan kolesterol tinggi yang ada di piring kecil di samping mangkok soto.

Seperti juga di Soto Kadipiro atau Soto Sawah yang letaknya berdekatan dengan soto Sholeh, maka pasti ada makanan kolesterol tinggi yang menyertai sajian soto ini.

Di Soto kadipiro aku lebih suka dengan babatnya, sementara di soto Sholeh ususnya lebih merangsang minat untuk menggapainya.

“Dokter hanya ada di rumah sakit, jadi tidak ada yang melarang memakan makanan kolesterol tinggi ini!”

Godaan aroma usus ini memang sangat kuat dan akhirnya, tanpa dapat ditahan lagi, satu potong usus masuk juga ke perut. Rasanya memang masih luar biasa. Bolehlah kita mengabaikan pesan dokter di lembar check up kalau sudah ketemu dengan suasana ini.

Bila masih ingin sehat dan dijauhkan dari makanan kolesterol tinggi disarankan jangan datang ke resto ini. Dijamin tidak tahan melihat penampilan makanan ini.

Pelayanan yang cepat dan rasa yang mantap membuat warung ini tak pernah sepi pengunjung. Apalagi harganya tetap harga Jogja, murah meriah dan “ngangeni” (bikin kepingin datang lagi).

Meskipun warung ini buka dari pagi sampai sore, tapi jangan kecewa kalau baru jam 13.30 warung sudah tutup karena kehabisan stok makanan yang mau dijual. Apalagi kalau datangnya malam, dipastikan hanya melihat warung yang gelap gulita.

Minuman yang cocok untuk di warung ini adalah jeruk hangat, sehingga dijamin setelah selesai makan badan akan mandi keringat. Puas tak terkira saat masuk mobil di terpa AC mobil yang dingin sejuk. Kalau tidak hati-hati bisa jatuh tertidur saking nikmatnya suasana.

Pikir dahulu sebelum ke soto ini. Jangan sampai merasa terperangkap ketika sudah masuk ke warung. Kalau untuk anak muda atau anak tua yang bebas kolesterol, maka soto ini pasti bisa dijadikan sebagai pilihan utama.

Salam Sehati buat para kuliner mania Indonesia.

4 komentar

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.