Runner dan Goweser kota

Sebentar hari lagi WSKT akan mengadakan event gowes di Solo, seperti biasanya bila ada kegiatan menjelang puasa, artinya pasti acara intinya adalah meninjau persiapan proyek menjelang lebaran. Dengan adanya gowes di beberapa proyek, maka diharapkan pekerja menjadi lebih semangat bekerja dan tetap menjaga kesehatan dalam bekerja. Saat ini memang proyek WSKT sedang dalam masa kritis karena arahan Joko Wi sudah sangat jelas, “lebaran harus sudah dapat dilewati!”. Gowes Solo tidak hanya sekedar gowes tapi lebih ke menjaga kebersamaan dan sinergi antar divisi sehingga hasilnya adalah produktifitas proyek yang meningkat.

Pengalaman gowes Toba dan Gowes Lombok beberapa waktu lampau sudah memberi banyak masukan untuk gowes solo. Dua-duanya ditangani oleh EO, bedanya adalah soal pengalaman memilih EO. Gowes Lombok memang sengaja memilih EO yang sudah berkali-kali mengadakan acara sepedaan dengan peserta massal dan berbagai tingkatan kemampuan bersepeda dari pesertanya. Waktu itu peserta dibagi dalam tiga kelompok, yang kelompok balap disendirikan, kemudian kelompok kedua adalah kelompok yang moderat, sedang kelompok ketiga adalah kelompok yang diperkirakan akan tidak kuat menempuh seluruh rute.

Hasilnya adalah perjalanan bersepeda yang penuh kenangan dan penuh tantangan, karena memang ada tiga jalan menanjak yang cukup berat. Dapat dibayangkan kegembiraan peserta sepedaan ketika sampai di puncak tertinggi rute, meskipun hampir separuh goweser terpaksa menuntun untuk mencapai puncak tertinggi. Lebih bahagia lagi ketika di ujung finish ada hadiah Garmin Fenix 3 yang menanti.

Waktu gowes Lombok, aku sempat survey bersama EO dan berdiskusi panjang lebar mengenai karakter goweser WSKT, berdasar apa yanhg kusampaikan itulah EO membuat rundown acara yang memuaskan semua pihak. Seorang peserta cewek menyatakan kegembiraannya dapat lulus di semua tanjakan meski harus dengan mengerahkan seluruh kemampuannya. EO juga puas dengan lancarnya acara, mungkin mereka tidak mengira kalau komunitas WSKT terdiri dari banyak goweser yang dengan tenang melahap semua rute.

“Selamat ya buat WSKT, kami tidak mengira secepat ini, semuanya sudah sampai di finish. Berarti kita bisa langsung acara menyelam ataupun sekedar snorkeling”, komentar EO.

Sedikit berbeda adalah pelaksanaan gowes Toba, karena panitia kesulitan mencari EO yang pernah mengawal acara sepedaan dengan peserta sangat banyak dan beragam, maka dipilih EO yang bisa dipakai saja. Ternyata memang EO yang dipilih sangat tidak menguasai cara mengelola event sepeda. Semua masukan dari panitia tidak ditanggapi dan tidak dikerjakan, akibatnya rute yang sudah kusurvey diubah menurut selera mereka.

Jarak gowes Toba yang tidak sejauh event Lombok ternyata ditempuh dengan waktu yang lebih lama, tapi ternyata hasilnya sama saja, semua peserta tetap gembira ria mengikuti seluruh acara gowes. Hujan panas yang mengiringi sepanjang rute menyusur danau Toba justru merupakan suasana yang penuh keakraban. Merekapun bisa pulang dengan cerita gembira ria masing-masing.

Ini juga mirip dengan event gowes Jogja (Omah Kupu) Panggang, yang seharusnya  hanya sampai Panggang ternyata dibelokkan rutenya sampai Paris (Parang Tritis). Akibatnya tentu langsung terlihat, banyak peserta yang harus segera sampai Jogja atau yang tidak tahan lagi dengan panasnya Jogja di waktu siang. Acarapun jadi berubah, semua sepeda segera dinaikkan mobil angkut sepeda, padahal tadinya cuma disediakan sedikit mobil angkutan sepeda, ternyata ada mobil angkutan sepeda yang mendadak disumbangkan oleh mitra WSKT. Gowes Panggangpun kembali penuh ceria, meskipun pelaksanaan acara tidak sesuai rencana. Semoga gowes Solo ini akan terlaksana sesuai dengan rencana dan tetap ceria sepanjang perjalanan. Bravo WSKT !