Makan DURIAN

Yang namanya buah durian, pasti 90% goweser pernah merasakan nikmatnya, ketika sampai di finish, sudah tersedia buah yang satu ini, meski ada yang merasa khawatir kebanyakan makan durian, tapi pada kenyataannya biasanya terus lupa diri ketika sudah membuka satu buah durian dan merasakan nikmat yang tiada tara. Bahkan ketika ketemu durian yang kurang lezat dibanding yang sudah dimakan tadinya, mereka akan penasaran untuk mencari satu lagi yang lebih enak, dan begitu seterusnya sampai perut sudah tidak mau lagi diajak kompromi.
Bagi yang master durian mungkin sudah mampu menjaga ritme dalam menyantap buah durian, kadang malah diolah dulu supaya rasa duriannya lebih soft dan kurang memabukkan, atau sudah mampu menahan diri untuk tidak larut dalam buaian kenikmatan sekejab itu. Hal ini tentu tidak berlaku bagi sebagian orang yang sudah dari awal kurang suka dengan rasa durian, penggemar durian boleh heran, tapi penikmat non durian ini ada banyak juga di sekitar kita.
Penyebabnya bisa berbeda-beda, ada yang asli memang sejak dari dulu kurang suka dengan rasa buah durian, tapi ada juga yang karena merasa kurang mampu membeli buah durian dan kemudian berujung pada ketidak sukaannya pada buah durian. Itulah manusia yang sama-sama punya rambut dan kepala tapi isi dalam kepalanya bisa berbeda-beda bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya.
Masih ingat ketika gowes 100KM ke Waduk Gajah Mungkur dari Jogja dan kita malah lebih asyik menikmati durian saat mampir warung, padahal di warung itu tidak berjualan buah durian, buah tersebut sengaja kita bawa dengan pick up dari Jogja menuju warung trsebut, memang awalnya hanya dimakan di samping mobil pengangkut, tapi lama-lama terus bergeser ke dalam warungnya.

Banyak pengalaman makan durian dalam kegiatan gowesku, demikian juga banyak pengalamanku makan durian sejak aku pertama kali merasakan makan buah durian. Saat itu aku masih anak SMP dan tetanggaku yang menurut kita kaya menyantap durian ketika kami sedang nonton TV di rumahnya. Saat itu kita ditawari makan satu biji durian, rasanya seperti kita berada di awan-awang, luar biasa lezatnya. Begitu juga ketika saat mahasiswa, makan durian di sebelah barat Tugu Jogja, maka itupun kemudian menjadi pengalaman pertama makan durian setelah bertahun-tahun tidak makan durian lagi, mahalnya tidak ketulungan bagi kantong mahasiswaku.

Semua pengalaman makan durianku ternyata terhapus sudah ketika aku pertama kali makan durian di Kolaka Sulawesi Tenggara. Kita makan durian dari kebun durian, naik jeep dan seluruh isi Jeep dimasukin buah durian, uang sudah tidak dipikir lagi, semuanya sangat murah harganya, meskipun yang dibeli satu jeep penuh buah durian, tapi bayarnya hanya beberapa lembar saja dan semua gratis bagiku.

Pengalaman yang mirip terulang lagi ketika aku mulai bekerja di proyek pulau Sumatra, durian Sumatera ternyata sangat berbeda dengan durian Jogja yang mahal – mahal, di Sumatra mirip di Kolaka Suklawesi, buah durian harganya sangat murah dan kelezatannya jauh lezat dibanding Jogja.

Di usia senja, saat ini, buah durian sudah tidak menjadi favorit lagi, disamping harganya yang bervariasi, juga terasa mahal banget bagiku, sayangnya hal itu cuma ada dalam pikiran sadarku, ketika akhirnya aku ketemu durian yang lebih lezat dari yang pernah kurasakan bertahun-tahun lalu, aku ternyata tidak kuat menahan nafsuku untuk menyantap sekali lagi, sebutir lagi dan sebutir lagi, sampai akhirnya aku harus menghela nafas, ternyata imanku terhadap duran masih sama dengan imanku saat aku di Pulau Sumatera.
Astaghfirullah.
