Milky Way Bromo

Acara Gowes Ceria 2017 belum usai, masih pelaksanaan Door prize, tapi aku sudah harus pergi menuju Malang untuk acara nonton Milky Way Bromo bersama anak dan istriku. Yang paling seneng acara adalah anallu nomer tiga yang baru hobby motret milky way. Ibunya dan kakak-kakaknya tertarik juga untuk mengawani karena memang belum pernah ke lautan pasir di Bromo. Begitulah akupun meluncur ke Halim untuk naik Citilink ke Malang.
Hadiah sepeda yang kudapat dalam acara Gowes Ceria 2017 kuserahkan pada stafku untuk menghurusnya sekaligus memilikinya. Laporan yang kudengar kemarin, sepedanya sudah dipakai anaknya dengan suka cita, aku hanya tersenyum mendengarnya. Memang sebaiknya kita selalu SMS (senang melihat orang senang), karena saat orang lain senang karena perbuatan kita itu namanya bahagia dan nilai kebahagiaan itu sudah tidak bisa lagi diukur besarannya. Hebatnya, ketika aku mendapat hadiah sepeda dan menyerahkannya pada stafku, kawanku langsung bilang,”nanti kalau aku dapat sepeda tolong diurus ya:-)”.
Betul !
Ternyata kawanku akhirnya dapat sepeda dan diserahkan padaku, padahal sepeda yang didapat temanku adalah sepeda hadiah dariku via AGS. Rejeki memang tidak lari kemana-mana, tinggal bagaimana kita mensyukurinya. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Akupun meluncur ke Malang untuk melihat Milky Way Bromo.
Di instagram Lilo kulihat salah satu fotonya tentang milky way di pantai, jadi aku tidak heran kalau Lilo sangat terobsesi mempunyai lensa dengan bukaan besar, sehingga mampu memotret dengan hasil yang lebih bagus dibanding hasil fotonya beberapa waktu lalu dengan bukaan hanya f/4.
“Beli lensa pak yang minimal punya F/1.4 untuk camera Canon 6D”, begitu kata Lilo beberapa waktu lalu dan akupun kebetulan sedang senang hati dapat hadiah tahun baru. Jadi akupun membeli lensa Sigma f/1.4 untuk Canon, karena duitku rasanya masih enggan untuk membeli lensa asli Canon gelang merah yang masih mahal dan hanya untuk motret milky way. Aku lebih “prefer” dengan lensa Canon fix 50mm F/1.2 atau 1.4 untuk mencari mutu hasil gambar yang lebih jernih.
Sampai di Malang langsung disambut anak dan istri menuju hotel SM Bromo di dekat penanjakan Bromo, sebenarnya ada hotel lain yang lebih dekat ke Penanjakan tetapi ternyata memang lebih nyaman di SM Bromo yang agak jauh, karena ketika pulang langsung keluar dari kawasan Bromo, tidak perlu lagi lewat jalan naik turun yang sempit.
Suasana yang penuh kabut di Penanjakan Bromo membuat istri dan anak cewekku larut dalam dingin. Aku mencari kehangatan dengan bergeser menuju api bersama istriku, sementara Lilo sejak jam 23:00 sudah naik sendirian di Penanjakan dalam cuaca penuh kabut dengan peralatan memotretnya yang cukup “pating stranthil”. Semangat memotretnya memang luar biasa, batinku tapi tidak kusampaikan pada anak istriku.
Sampai pagi dan terus menjelang siang kami terus diselimuti kabut dan angin yang kencang, sehingga lewatlah acara milky way Bromo dan kita langsung membuat rencana untuk milky way lain di bulan yang lebih ramah cuacanya. Akupun segera mencari di mbah Gugel info tentang lokasi Milky Way di Indonesia yang disarankan dan inilah hasilnya :
Gunung Gede, Taman Nasional Gede Pangrango Jawa Barat
Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah
Gunung Bromo, Jawa Timur
Pantai Beach Club Tanjung Lesung , Pandeglang , Banten
Segara Anakan, NTB
Desa Wae Rebo, NTT
Pantai Gunung Kidul, Yogyakarta
Pulau Kepa, Alor, NTT
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru
Tanjung Papuma, Jember
Dari sekian nama yang muncul, kayaknya yang paling dekat adalah Pantai Gunung Kidul, Yogyakarta, sedang yang paling menarik adalah Pantai Beach Club Tanjung Lesung , Pandeglang , Banten. Memotret milky way sekaligus nostalgia berenang di kolam renang pribadi Tanjung Lesung.
Piknik di Bromo akhirnya banyak diisi dengan kegiatan naik kuda dalam kabut atau sekedar beraksi memaknai alam ciptaan Tuhan dalam kesunyian yang menyejukkan hati. Badan menggigil sudah harus diterima, segala macam bentuk pelindung dingin sudah dipakai, beberapa kaos sudah dipakai bertumpuk-tumpuk sampai badan jadi gendut, semuanya demi menghangatkan badan.
Saat pertama kali aku ke Bromo, sudah kuniatkan untuk mengajak anak dan istri, bila mampu dan sempat. Waktu itu aku cuma berpikir, alam Bromo yang beitu indah ini sayang untuk dilewatkan, tapi lokasi sholat dan ganasnya cuaca dingin berkabut di Bromo pasti akan jadi kendala. Ternyata pada tahun 2017 ini, di bulan ulang tahun istriku semua rencana yang lama tersimpan itu dapat terlaksana dengan baik dan penuh keceriaan. Alhamdulillah, setelah ikut gowes ceria lanjut Bromo ceria.
Semoga bulan-bulan yang cocok aku dapat kembali piknik bersama keluarga yang sangat sulit dikumpulkan jadi satu. Insya Allah.
Ping-balik: Rutinitas olahraga lebih penting daripada maksimalisasi | Blogger Goweser Jogja
memang namanya Bromo kalau tidak lihat sunrise rasanya ada yang kurang 🙂
idealnya bisa lihat sunrise dan bisa motret milky way 🙂
SukaSuka
Wisata Gunung Bromo emang TOP, apalagi kalau bisa liat Sunrise ….
Cocok buat Masyarakat yang super sibuk bat Refreshing …
SukaDisukai oleh 1 orang